Skripsi 300 Halaman Mahasiswa Surabaya Terancam DO, Salahnya Disini

Skripsi 300 Halaman Mahasiswa Surabaya Terancam DO, Salahnya Disini

Skripsi 300 Halaman Mahasiswa Surabaya Terancam DO, Salahnya Disini-Ilustrasi-Berbagai Sumber

RMONLINE.ID – Kisah tragis seorang mahasiswa di salah satu kampus ternama di Surabaya menjadi tamparan keras bagi sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Ambisi meraih predikat cumlaude dengan skripsi setebal 300 halaman justru mengantarkannya pada jurang kegagalan dan terancam dikeluarkan dari kampusnya.

Anto (nama samaran), mahasiswa semester akhir ini, terobsesi dengan predikat cumlaude. Ia beranggapan bahwa dengan skripsi setebal 300 halaman, skripsinya akan mendapatkan nilai terbaik dan mengantarkannya pada predikat yang diimpikannya. 

BACA JUGA:Muharamin dan Edwar Paling Serius Tantang Sapuan dan Huda di Pilbup Mukomuko

BACA JUGA:Kejari Pelimpahan Tahap II Perkara Dugaan Korupsi RSUD Mukomuko

Namun, ambisi buta ini justru membawanya ke jalan terjal. Dosen pembimbingnya, yang berpengalaman dan bijaksana, telah mengingatkan Anto bahwa ketebalan skripsi tidak selalu menentukan nilai. Kualitas penelitian, metodologi, dan argumen yang logis jauh lebih penting.

Namun, Anto tak bergeming. Ia nekat mengerjakan skripsinya seorang diri, tanpa berkonsultasi dengan dosen pembimbingnya. Ia menghabiskan berjam-jam di perpustakaan, mengulik data dan informasi sebanyak-banyaknya, demi mencapai target 300 halaman.

Akibatnya, skripsi Anto pun mengalami banyak revisi. Dosen pembimbingnya kewalahan dengan tebalnya skripsi dan kesulitan untuk memberikan arahan yang tepat. Anto pun terjebak dalam siklus revisi yang tak berujung.

Hingga akhirnya, waktu pun habis. Anto terancam tidak bisa mengikuti ujian skripsi dan terancam dikeluarkan dari kampusnya. Mimpi cumlaudenya pupus, digantikan dengan rasa frustrasi dan penyesalan.

Kisah Anto ini memicu kontroversi di kalangan akademisi dan mahasiswa. Banyak yang mempertanyakan sistem pendidikan tinggi yang masih terpaku pada predikat dan nilai semata. 

“Apakah predikat cumlaude lebih penting daripada kualitas penelitian?” tanya salah satu dosen senior. “Kasus Anto ini menunjukkan bahwa sistem kita masih cacat. 

BACA JUGA:148 Desa di Mukomuko Belanjakan Dana Desa, Sebagian Sudah Ajukan Pencairan Tahap Dua

BACA JUGA:Korban Meninggal Lakalantas di Jalan Danau Lebar Seorang Imam Masjid

Kita harus lebih fokus pada pengembangan kemampuan mahasiswa dalam berpikir kritis dan melakukan penelitian yang berkualitas, bukan mengejar predikat semata.”

Di sisi lain, beberapa mahasiswa justru bersimpati pada Anto. Mereka memahami ambisi dan tekadnya untuk meraih predikat terbaik. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: