Tradisi Budaya Makan Abu Orang Meninggal Suku Yanomami, Dimakan dengan Dicampur Sup Pisang

Tradisi Budaya Makan Abu Orang Meninggal Suku Yanomami, Dimakan dengan Dicampur Sup Pisang

Tradisi Budaya Makan Abu Orang Meninggal Suku Yanomami, Dimakan dengan Dicampur Sup Pisang--

RADARMUKOMUKO.COM - Kematian adalah hal yang pasti bagi setiap makhluk hidup, namun cara menghormati dan menguburkan orang yang meninggal berbeda-beda di setiap budaya. 

Ada yang menguburkan jenazah di tanah, ada yang membakarnya, ada yang membiarkannya terbuka di alam, dan ada juga yang memakan abunya.

BACA JUGA:8 Suku Manusia Bertubuh Pendek di Indonesia dan Dunia

Ya, Anda tidak salah baca. Ada beberapa suku di dunia yang memiliki tradisi memakan abu orang yang meninggal sebagai bentuk penghormatan dan kepercayaan. Salah satunya adalah suku Yanomami yang tinggal di hutan hujan Amazon, perbatasan antara Brasil dan Venezuela.

Suku Yanomami adalah salah satu suku paling terisolasi di dunia, dengan jumlah penduduk sekitar 35.000 orang. 

Mereka hidup dalam gubuk berbentuk oval yang disebut Shabono atau Yanos, yang menampung sekitar 50-400 orang. Mereka tidak memiliki kepala suku, melainkan mengambil keputusan secara musyawarah. Mereka juga memiliki kesetaraan gender, dimana laki-laki dan perempuan sama-sama berburu, memancing, berkebun, dan bertani.

BACA JUGA:Bikin Merinding, Wanita Suku Ini Sebelum Menikah Harus Mampu Layani 20 Pria

Tradisi memakan abu orang yang meninggal ini dilakukan karena suku Yanomami percaya bahwa kematian tidak terjadi secara alami, tetapi disebabkan oleh roh jahat yang dikirim oleh dukun suku musuh untuk membalas dendam. 

Jika mereka tidak memakan abu orang yang meninggal, maka roh jahat tersebut akan terus mengganggu mereka dan menyebabkan penyakit atau kematian lainnya.

Proses pemakaman suku Yanomami cukup panjang dan rumit. Pertama, jenazah dibungkus dengan daun pisang dan diletakkan di atas api unggun selama beberapa jam. 

Kemudian, tulang-tulangnya dipatahkan dan dimasukkan ke dalam keranjang anyaman bersama dengan abu dari api unggun. Keranjang tersebut kemudian disimpan di dalam gubuk selama 30-45 hari sampai upacara kremasi berikutnya.

BACA JUGA:Cara Download Lagu, Film dan Lainnya dalam Bentuk Video Maupun MP3 Tanpa Aplikasi

Pada hari upacara kremasi, keranjang tersebut dibawa keluar dari gubuk dan dibuka di depan kerabat dekat dari orang yang meninggal. 

Tulang-tulangnya kemudian dibakar lagi sampai menjadi abu halus. Abu tersebut kemudian dicampur dengan sup pisang atau singkong dan disajikan kepada semua anggota suku untuk dimakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: