Delimatis Panti Pijat

Delimatis Panti Pijat

DATA: Kepala Satpol PP mendata penghuni panti pijat, dalam operasi pekat yang dilaksanakan pada Senin (1/8).-IST/RM-

Oleh: Sahad Abdullah 

Senin 1 Agustus 2022, Dinas Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadaman Kebakaran, Kabupaten Mukomuko, melakukan penertiban Panti pijat. Ya hanya menertibkan. Tidak melarang atau menangkap  dan mengembalikan mereka yang diduga melakukan praktik prostitusi terselubung.

Mereka didata, nama, usia dan asalnya. Dari panti pijat yang ada di Kelurahan Koto Jaya, Kecamatan Kota Mukomuko, saja, terdata puluhan wanita yang bekerja sebagai tukang pijat. Sebagian besar dari mereka masih berusia antara 20 - 30 tahun.

Ada juga yang usianya diatas kepala 3 dan 4, tapi tidak banyak. Mereka datang dari berbagai daerah. Ada yang dari Kota Bengkulu, Manna, Curup, ada juga yang dari Kabupaten Pesisir Selatan.

Urusan perut, menjadi alasan utama mereka. Baik perut sendiri, perut anak-anaknya, bahkan juga untuk menghidupi orang tuanya. Miris. Ketika diminta menunjukkan sertifikat memijat, tidak satupun yang memilikinya.

Fasilitas yang ada di panti pijat ini, pada umumnya sangat sederhana sekali. Bangunan rumah terbuat dari papan. Lantai semen, dan terdapat 2 atau 3 kamar praktek. Di ruang praktek ini tidak terdapat spring bad. Hanya kasur kapuk atau busa yang dibentang di atas lantai. Ruang tamu juga sempit.

Jika ada tamu, duduk di lantai, beralaskan tikar. Minuman sesuai pesanan, kopi, teh atau minuman ringan lainnya.

Sebagai profesi, tukang pijat juga harus memiliki sertifikat pijat. Selain tukang pijat, pemilik lokasi usaha panti pijat ini juga diwajibkan memiliki legalitas atas usahanya. Mereka diberi waktu 1 bulan untuk melengkapi administrasi. 

Setelah 1 bulan, Satpol PP akan kembali turun untuk menagih janji. Kepala Dinas Satpol PP dan Damkar, Suryanto, S.Pd M.Si, memiliki alasan tersendiri atas apa yang dilakukannya. ''Pemerintah daerah belum siap. Untuk melakukan penangkapan terhadap para tukang pijat ini,'' kata Suryanto, Senin malam. 

Menghilangkan panti pijat, yang diduga kuat menjadi praktek prostitusi terselubung, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh persiapan matang, dana yang besar dan melibatkan banyak pihak. Sebagai gambaran, jika ada 10 orang ditangkap, dibutuhkan tempat penampungan. Dan Mukomuko belum memiliki tempat tersebut. Setelah ditampung, butuh biaya hidup. Pemerintah daerah belum mengalokasikan anggaran untuk itu.

Langkah selanjutnya, mereka juga perlu dibekali keterampilan. Setelah terampil butuh modal mendirikan usaha. Kalau tidak mau ribet, tangkap kembalikan ke asalnya. Tapi, tidak ada jaminan mereka tidak kembali ke Mukomuko. 

Dilihat dari sisi lain, Mukomuko dikenal sebagai kabupaten yang kaya. Mayoritas masyarakat Mukomuko memiliki kebun sawit.

Dengan uang yang dimilikinya, tidak sedikit laki-laki di Mukomuko ''yang suka jajan''. Hal tersebut dianggap sebagai ''peluang usaha''. Tentu kita semua mafhum, yang membuka peluang usaha tersebut adalah warga Mukomuko itu sendiri.

Sedangkan para tukang pijat yang berpenampilan seksi itu, datang atau didatangkan setelah ada canel. Prostitusi (terselubung), berkedok panti pijat, merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan. Semakin maju satu daerah, maka pelaku dan tempat prostitusi (terselubung) akan semakin banyak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: