Pemkab MM Masih Beri Toleransi
Soal Pajak Rumah Makan dan Hotel
MUKOMUKO – Seperti direncanakan, guna mengendalikan pajak usaha rumah makan dan penginapan atau perhotelan, pemerintah akan memasang mesin pengendali transaksi. Namun sampai sekarang belum juga berjalan, alasannya pemerintah masih memberi toleransi selama tiga bulan. Selama tiga bulan ini pemilik usaha diminta mempelajari dan mempertimbangkan. Tidak hanya itu, Pemkab kabarnya juga akan menoleransi besaran pajak. Dimana pajak 10 persen hanya berlaku pada konsumen pegawai pemerintah dan belanja pemerintah daerah, sedangkan untuk konsumen umum, pajaknya hanya 2 persen. Sekretaris Badan Keuangan Daerah (BKD) Mukomuko, Kasimin mengatakan sesuai dengan masukan dan saran dari pemilih usaha pada pertemuan sebelumnya, akhirnya bupati memberi toleransi. Pemilik rumah makan atau penginapan selama tiga bulan diminta mempelajari. Setelah itu baru dimulai penerapannya secara bertahap. ‘’Diberi waktu tiga bulan untuk menyesuaikan dan mempelajari, bersama kita juga memperkuat persiapan penerapan pengendalian pajak usaha ini. mungkin september atau oktober nanti mulai dilakukan pemasangan mesin pengendali pajak,’’ katanya. Ia juga mengakui ada perubahan dalam penetapan pajak rumah makan dan hotel, berdasarkan instruksi bupati, pajak 10 persen hanya bagi pemerintah daerah. Sedangkan untuk warga umum hanya dikenakan pajak 2 persen saat makan di rumah makan atau menginap di hotel. Pengurangan ini untuk meringankan pemilik usaha. Jika pemilik usaha bisa bersikap jujur, walau jumlah pajak berkurang, pendapatan tetap akan meningkat. ‘’Selama ini mereka bayar pajak hanya Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu, artinya selama ini dalam sehari yang makan disana hanya 5 orang, padahal kita tahu betul kondisi sebenarnya. Intinya asal mereka bisa jujur, pendapatan bisa bertambah,’’ tutur Kasimin. Terus soal kemungkinan penerapan sanksi pada pemilik usaha yang tidak jujur dalam menghitung pajak, Kasimin mengatakan, sosialisasi terus dilakukan, bukan saja pada pemilik usaha, termasuk pada konsumen. Setiap warga yang belanja harus mengambil struknya, dengan demikian otomatis kegiatan transaksinya terpantau. ‘’Kalau soal sanksi dan sebagainya belum mengarah kesana, kita lebih pada pemberian pemahaman, jika yang bayar pajak adalah konsumen. Maka nanti setiap orang belanja usahakan mengambil bukti pembayarannya,’’ tutupnya.(jar)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: