Harga TBS Sawit Meroket, Pupuk Naik Gila-gilaan

Harga TBS Sawit Meroket, Pupuk Naik Gila-gilaan

MUKOMUKO – Dalam beberapa minggu terakhir, harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit di Mukomuko terus naik, bahkan sekarang rata-rata pabrik membeli buah diatas Rp 2.100 per/kg. Namun bersamaan dengan itu, petani diberatkan dengan meroketnya harga pupuk non subsidi di berbagai kios. Diantara pupuk yang paling diandalkan adalah KCL dan urea, saat ini harganya sudah mencapai Rp 450 ribu per sak. Salah seorang pemilik kebun sawit, Jasni mengatakan untuk harga sawit saat ini diakuinya sangat membantu petani sawit, sehingga dalam keadaan krisis ini, masyarakat tetap bisa tenang. Namun kenaikan harga sawit, beriringan dengan kenaikan harga pupuk. Salah satu yang menurutnya sangat dibutuhkan petani untuk peningkatan buah sawit adalah KCL, sekarang harganya sudah mencapai Rp 440 ribu hingga Rp 460 ribu per karung. ‘’Harga sawit mahal, Cuma dibarengi dengan harga pupuk yang sangat tinggi. Akhirnya pengeluaran dengan pemasukan bagi petani juga berimbang. Sawit kalau tidak dipupuk, hasilnya tidak akan maksimal,’’ katanya. Salah seorang pemilik toko pupuk terbesar di Mukomuko, Azhari mengakui, sekarang harga pupuk naik gila-gilaan. Pupuk yang semestinya paling dibutuhkan petani sawit umumnya naik. Seperti KCL adalah pupuk inti untuk tanaman sawit, dulu harga tertingginya Rp 280 ribu per sak, sekarang sudah mencapai Rp 490 ribu per sak, urea sudah diangka paling murah Rp 390 ribu persaknya. Jenis-jenis lain juga mengalami kenaikan signifikan. ‘’Umumnya pupuk naik, namun yang paling gila-gilaan untuk KCL sudah mencapai Rp 490 ribu, padahal dulu tidak sampai Rp 300 ribu. Padahal ini sangat menentukan hasil buah sawit bagi petani yang memahami, begitupun urea naik cukup tinggi,’’ ungkapnya. Soal penyebab kenaikan, ia kurang mengetahui pasti, kalau dikatakan menyesuaikan harga dolar, buktinya saat dolar turun, harga pupuk ini tetap naik. Terus untuk stok, lebih pada ketidaksanggupan pemilik kios membeli dan menjual, karena takutnya setelah dibeli harga turun, akhirnya rugi. Selain itu minat petani sendiri menjadi turun saat melihat harga pupuk ini sangat tinggi. ‘’Kita pemilik kios ngeri menyediakan pupuk ini dalam jumlah banyak, takutnya setelah terbeli, harga turun, akhirnya rugi. Selain itu petani menurunkan daya belinya terhadap pupuk tersebut, walau harga buah naik, karena mereka memilih pupuk lain,’’ tutupnya.(jar)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: