PGRI : Sekolah Negeri Harus Tanam Lima Nilai
MUKOMUKO – Menanggapi isu sekolah negeri di Mukomuko kalah saing dengan sekolah swasta berbasis agama dan karakter, Ketua PGRI Mukomuko Rasita,S.Pd minta sekolah negeri berbenah. Lembaga pendidikan negeri harus memahami keinginan orang masyarakat yang butuh pendidikan agama atau peningkatan nilai karakter terhadap anaknya. Sebab pada dasarnya sudah sesuai dengan visi misi daerah maupun sekolah yaitu religius dan berkarakter. Ia juga membenarkan masih ada kesenjangan antara sekolah negeri yang satu dengan sekolah negeri yang lain. Dikatakannya, terkait dengan beberapa sekolah yang tutup ini umumnya SMP, karena memang jaraknya dengan sekolah lain berdekatan atau potensi muridnya hanya dari satu sekolah dasar saja. Sehingga setiap tahun terjadi penurunan jumlah anak didik baru, akhirnya tidak seimbang lagi dengan kebutuhan guru dan fasilitas yang harus tetap dipenuhi. Untuk penurunan murid sekolah negeri kebanyakan terhadap sekolah yang berdekatan dengan sekolah IT. ‘’Contohnya sekolah yang tutup itu SMP di Ujung Tolan, karena memang muridnya hanya dari satu SD, sementara ada sekolah lain berdekatan, akhirnya SMP ini kekurangan murid. Tidak mungkin orang dari penerik sekolah ke sana. Rencananya sekolah yang tutup ini akan dijadikan Boilding school kalau ada biayanya. Untuk sekolah negeri yang turun muridnya itu biasanya SD berdekatan dengan IT,’’ katanya. Untuk guru harus bisa bersaing dengan memenej sekolahnya sesuai dengan keinginan masyarakat. Ia yakin jika sekolah mampu meningkatkan pendidikan karatekter, maka akan sama dengan sekolah swasta terpadu lainnya. Dalam pendidikan karakter itu, bagaimana menanam lima nilai, yaitu nilai religius, nilai nasionalis, kemandirian, gontongrotong dan integritasnya. Kalau lima ini ditanamkan di sekolah maka sudah sama dengan sekolah swasta terpadu. ‘’Kalau lima karakter ini sudah ada, sekolah negeri tidak kalah saing dan itu memang ketentuan setiap sekolah. Tentu gurunya juga harus memahami. Seperti di sekolah saya biasanya ada jam khusus untuk kegiataan keagamaan dan cerita humor yang mendidik, sehingga orang senang,’’ tegasnya. Terkait dengan mutu sendiri, menurutnya sekolah di Mukomuko memang tidak bisa dikatakan terlalu baik dan juga bukan berarti buruk. Namun memang masih ada kesenjangan satu sekolah dengan sekolah lainnya. Untuk perbaikan ini tidak bisa tergantung dengan guru harus bersama-sama, termasuk wali, lingkungan masyarakat dan pemerintah sendiri. Sebab anak itu tidak 24 jam di sekolah, bahkan lebih banyak di rumah dan di masyarakat. ‘’Kalau pendidikan berbasis kelas, berbasis sekolah dan berbasis masyarakat ini sudah nyambung, maka semua akan berjalan baik. Memang sekolah negeri itu masih ada yang kurang bagus dan ada yang bagus,’’ tutupnya.(jar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: