Soal Leaflet Kemenang, Syaikhun: Silahkan Diikuti
AIR MANJUTO – Kementrian Agama (Kemenag) Kabupaten Mukomuko menyebarkan leaflet tentang panduan ibadah Ramadhan di tengan pandemi covid-19. Leaflet ini mengacu pada SE Menteri Agama (Menag) nomor 6/2020. Ada 13 poin yang disampaikan melalui leaflet tersebut. 1. wajib menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan ketentuan fikih ibadah. 2. sahur dan berbuka puasa secara individu atau bersama keluarga di rumah, tidak perlu sahur on the road dan buka puasa bersama. 3. Salat tarawih dan tilawah Qur’an di rumah saja secara individu atau bersama keluarga inti. 4. Buka bersama baik dilaksanakan lembaga pemerintah maupun swasta, masjid/mushalla ditiadakan. 5. Peringatan nuzulul Qur’an dalam bentuk tablik akbar ditiadakan. 6. Tidak melakukan itikaf pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan di masjid/mushalla. 7. Salat idul fitri secara berjamaah baik di masjid atau di lapangan ditiadakan, untuk itu diharapkan fatwa MUI menjelang pada waktunya. 8. Agar tidak tarawih, takbir keliling serta pesantren kilat. 9. Halal bi halal dan silaturahmi idul fitri, bisa dilaksanakan melalui media sosial dan vedio call / Conference. 10. Mempercepat pengumpulan dan pendsistribusian zakat, infak dan sedekah, meminimalkan kontak fisik dan menjaga kebersihan area layanan zakat. 11. Petugas pengelola zakat mengenakan alat pelindung diri, seperti masker dan sarung tangan. Penyaluran zakat diantar langsung, tidak mengumpulkan mustahik. 12. Menjalankan ibadah Ramadhan dan Syawal, dengan tetap mengedepankan ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariah, dan 13. Senantiasa memperhatikan instruksi pemerintah pusat dan daerah setempat terkait pencegahan dan penanganan covid-19. Pada bagian bawah terdapat catatan, semua panduan di atas bisa diabaikan bila pada saatnya telah diterbitkan pernyataan resmi pemerintah pusat, untuk seluruh wilayah negeri atau pemerintah daerah untuk daerahnya masing-masing yang menyatakan keadaan telah aman dari covid-19.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Mukomuko, Drs. H. Syaikhun Ma’ruf, menyampaikan, tidak ada salahnya jika masyarakat mengikuti apa yang disampaikan pihak Kemenag. Dasarnya adalah, salat tarawih itu sunah dan tidak boleh dikerjakan di rumah. Ia mengambil contoh, Nabi Muhammad, SAW saja tidak selalu salat tawarih di masjid. Namun demikian, bagi masyarakat Kabupaten Mukomuko khususnya yang mau salat tarawih di masjid juga boleh. Dengan catatan tetap menjaga kebersihan serta menjalankan tata cara memutus rantai penyebaran covid-19. Alasannya, sejauh ini Mukomuko masih aman dari covid-19.
‘’Silahkan saja mengikuti panduan ibadah dari Kemenag. Setahu saya, pemerintah daerah sendiri belum mengeluarkan aturan tentang hal itu. Hari Senin (20/4) kami akan rapat dengan Kemenang melalui vedio call,’’ jelas Syaikhun.
Syaikhun juga menyampaikan, MUI mengeluarkan Fatwa Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19. Salah satu isi fatwa adalah mengatur tentang ibadah shalat Jumat dan mengenai ketentuan yang harus dilakukan terhadap jenazah pasien pengidap virus corona atau Covid-19. Selain itu, MUI juga menegaskan fatwa haram atas tindakan yang menimbulkan kepanikan, memborong, dan menimbun kebutuhan pokok beserta masker.
Berikut isi lengkapnya: Ketentuan Hukum 1. Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkannya terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams). 2. Orang yang telah terpapar virus corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. Baginya shalat Jumat dapat diganti dengan shalat zuhur di tempat kediaman, karena shalat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal. Baginya haram melakukan aktivitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jemaah shalat lima waktu atau rawatib, shalat tarawih, dan ied, (yang dilakukan) di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar. 3. Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar COVID-19, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu atau rawatib, tarawih, dan ied di masjid atau tempat umum lainnya. b. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus corona. Seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun. 4. Dalam kondisi penyebaran Covid-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat masing-masing. Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran Covid-19, seperti jemaah shalat lima waktu atau rawatib, shalat tarawih, dan ied, (yang dilakukan) di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim. 5. Dalam kondisi penyebaran Covid-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan shalat Jumat. 6. Pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam upaya penanggulangan Covid-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib mentaatinya. 7. Pengurusan jenazah (tajhiz janazah) terpapar Covid-19, terutama dalam memandikan dan mengkafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19. 8. Umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca Qunut Nazilah di setiap shalat fardhu, memperbanyak shalawat, memperbanyak sedekah, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (doa daf’u al-bala’), khususnya dari wabah Covid-19. 9. Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok dan menimbun masker hukumnya haram. Rekomendasi 1. Pemerintah wajib melakukan pembatasan super ketat terhadap keluar-masuknya orang dan barang ke dan dari Indonesia kecuali petugas medis dan import barang kebutuhan pokok serta keperluan emergency. 2. Umat Islam wajib mendukung dan mentaati kebijakan pemerintah yang melakukan isolasi dan pengobatan terhadap orang yang terpapar COVID-19, agar penyebaran virus tersebut dapat dicegah. 3. Masyarakat hendaknya proporsional dalam menyikapi penyebaran Covid-19 dan orang yang terpapar Covid-19 sesuai kaidah kesehatan. Oleh karena itu masyarakat diharapkan menerima kembali orang yang dinyatakan negatif dan/atau dinyatakan sembuh. Ketentuan Penutup 1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya. 2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, semua pihak dihimbau untuk menyebarluaskan fatwa ini.(dul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: