BACA JUGA:Bayangkan, Wanita Suku Nelap Di Gunung Everest Boleh Punya Suami Lebih Dari Satu
BACA JUGA:Mobil Terbang AirCar Diluncurkan 2026, Jika Berminat Segini Perkiraan Harganya
Sarifuddin menekankan bahwa keputusan menikahkan pasangan tersebut dilandasi pertimbangan kemanusiaan dan musyawarah masyarakat. Ia menegaskan bahwa tidak ada niat untuk melegalkan pernikahan dini.
"Kami mencari solusi terbaik karena keluarga perempuan sempat menolak kehadiran anak tersebut. Jika dibiarkan, mereka justru akan hidup tanpa status yang sah secara adat maupun hukum," ungkapnya.
Meski demikian, laporan dari LPA tetap berpegang pada Undang-Undang Perlindungan Anak yang menetapkan batas usia minimal untuk menikah.
Laporan ini disampaikan dengan kekhawatiran terhadap dampak negatif pernikahan dini, baik dari sisi fisik, psikologis, maupun sosial anak.
Konflik antara norma hukum dan tradisi lokal seperti Merariq menambah kompleksitas kasus ini. Di satu sisi, adat Sasak mendorong pernikahan sebagai solusi atas situasi sosial tertentu. Di sisi lain, negara menegakkan hukum yang melindungi hak anak dari praktik yang dapat merugikan masa depan mereka.*