2. Genetik:
Sekitar 30% kasus vitiligo memiliki riwayat keluarga dengan kondisi yang sama. Beberapa gen tertentu telah diidentifikasi memiliki hubungan dengan peningkatan risiko vitiligo.
3. Faktor Lingkungan:
Paparan bahan kimia tertentu, stres berlebihan, atau cedera pada kulit (fenomena Koebner) dapat memicu atau memperparah vitiligo pada individu yang rentan.
4. Ketidakseimbangan Oksidatif:
Teori ini menunjukkan bahwa akumulasi senyawa beracun (radikal bebas) dalam kulit dapat merusak melanosit.
5. Neural:
Beberapa peneliti menduga bahwa kerusakan pada saraf di sekitar melanosit mungkin berkontribusi pada perkembangan vitiligo.
6. Virus:
Ada dugaan bahwa infeksi virus tertentu mungkin memicu respons autoimun yang mengarah pada vitiligo, meskipun bukti untuk ini masih terbatas.
Diagnosis vitiligo biasanya dilakukan melalui pemeriksaan fisik dan riwayat medis. Dalam beberapa kasus, biopsi kulit atau tes darah mungkin diperlukan untuk mengonfirmasi diagnosis dan memeriksa kondisi autoimun terkait.
Meskipun belum ada obat yang dapat menyembuhkan vitiligo secara total, beberapa pilihan pengobatan tersedia untuk mengelola kondisi ini:
1. Terapi cahaya (fototerapi)
2. Obat-obatan topikal seperti kortikosteroid atau imunomodulator
3. Transplantasi kulit untuk kasus yang parah
4. Depigmentasi untuk kasus yang sangat luas