RMONLINE.ID - Tradisi perempuan "membeli laki-laki" di Minangkabau kerap dianggap tabu, itu dikarenakan banyak yang kurang mengetahui fakta sebenarnya.
Sebenya tradisi ini adanya hanya di dalam adat Padang Pariaman saja, tidak di seluruh wilayah Minangkabau. Juga kata-kata perempuan "membeli pria" sebetulnya kurang pas, karena dalam adat setempat tradisi ini dinamakan, uang jemputan dari pihak keluarga perempuang untuk pihak lelaki.
Tradisi tersebut bukan hanya di Parimanan Sumatera Barat, tapi juga ada di daerah lain, seperti Suku Bugis Makassar disebutnya uang panai.
BACA JUGA:Tradisi Unik Pernikahan Jawa Sumatera Pingitan, Marsipang, Maminang dan Upah-Upah
BACA JUGA:Tradisi Unik Yang Wajib Diketahui, Menyediakan Hidangan Khas Saat Acara Pernikahan
Alasan ada istilah "jemputan" juga harus dipahami, di minangkabau lelaki yang telah menikah akan menjalani peran sebagai urang sumando.
Urang sumando berarti sang suami akan tinggal di rumah istrinya. Bukan istri yang harus tinggal di rumah keluarga suami.
Maka pihak perempuan bersama keluarganya akan menjemput pihak lelaki. Saat momen penjemputan, keluarga perempuan harus berbesar hati menyerahkan sejumlah harta uang japuik kepada pihak lelaki. Ditekankan lagi bukan membeli tapi uang jemputan.
Dalam sejarahnya juga, tradisi bajapuik bermula saat Pariaman menjadi daerah pertama di Sumatera Barat yang menerima kehadiran ajaran agama Islam.
Maka adat Minangkabau banyak bersumber dari kitab Al-Qur’an. Pepatah Minang bertutur, adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah yang berarti seluruh adat Minang bersendikan syariat Islam.
Kemungkinannya tradisi masyarakat Pariaman ini terinspirasi dari kisah pernikahan Rasulullah SAW dengan Siti Khadijah. Saat itu, Khadijah memberikan sejumlah hartanya kepada Rasulullah untuk menghormati dan mengangkat derajat beliau.
Juga menurut cerita, melansir dari saribundo.biz, tradisi bajapuik sudah ada dari sejak dahulu. Bermula dari kedatangan Islam ke nusantara. Hal ini juga yang melatarbelakangi kenapa akhirnya semua adat di Minangkabau berasal dari ajaran Islam, atau bersumber dari Al-Qur’an.
BACA JUGA:Benarkah Mengikuti Tradisi Adat Pernikahan Dianggap Penghambat Kelancaran Acara?
BACA JUGA:10 Ritual Pernikahan Mistis di Indonesia: Salah Satunya Harus Mandi Air Bekas Pemandian Jenazah
Seperti kata pepatah Minang, “adaik basandi syarak, syarak basandi kitabulloh”. Maka dalam kehidupan masyarakat Minangkabau, jika ada yang bertentangan dengan ajaran islam maka adatlah yang akan ‘Dibuang’