RMONLINE.ID – Di era modern, sawah identik dengan pupuk kimia. Namun, tahukah Anda bahwa nenek moyang kita menanam padi tanpa pupuk tai dan tetap panen melimpah?
Apa rahasianya? Pertanyaan ini mungkin terkesan sepele, tetapi jawabannya membuka gerbang menuju solusi krisis pupuk kimia yang melanda pertanian modern.
Di balik kesuburan sawah tanpa pupuk kimia di masa lampau, terdapat beberapa faktor yang berperan penting.
Pertama, kesuburan tanah alami terjaga karena sistem pertanian tradisional dan berkelanjutan. Petani memanfaatkan siklus alam untuk memulihkan unsur hara tanah dengan membiarkan lahan setelah panen.
BACA JUGA:Dongkrak PAD, Dinas Perhubungan Optimalisasi Retribusi Parkir Pasar Rakyat di Mukomuko
BACA JUGA:Sempat Dipinang Sapuan, Rismanaji Sudah Mantap Bersama Renjes Zaetheddy
Kedua, sistem tanam padi yang beragam menjadi kunci kesuburan tanah. Petani menerapkan teknik tanam padi rotan, tumpang sari, dan gilir hidup. Tanaman padi diselingi dengan tanaman lain, seperti kacang-kacangan, untuk menjaga keseimbangan nutrisi tanah.
Ketiga, pemanfaatan pupuk organik menjadi sumber nutrisi utama. Pupuk kandang dan kompos diolah dari sisa-sisa panen, kotoran ternak, dan bahan organik lainnya. Pupuk ini kaya akan unsur hara mikro dan makro yang penting bagi pertumbuhan padi.
Keempat, pengendalian hama dan penyakit alami meminimalisir penggunaan bahan kimia. Petani memanfaatkan predator alami dan pestisida nabati untuk mengendalikan hama dan penyakit. Hal ini membantu menjaga kesuburan tanah dan kesehatan tanaman.
Kelima, varietas padi lokal yang ditanam telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat. Varietas ini umumnya lebih tahan hama, penyakit, dan kekeringan, sehingga membutuhkan sedikit pupuk.
Keenam, pola konsumsi padi yang hemat menjadi ciri khas masyarakat dahulu. Mereka hidup sederhana dan tidak berlebihan dalam mengonsumsi padi. Hal ini membantu menjaga keseimbangan produksi dan konsumsi, sehingga kebutuhan pupuk pun lebih sedikit.
Ketujuh, pengetahuan dan kearifan lokal menjadi pedoman utama para petani. Mereka memahami karakteristik tanah, musim, dan hama di daerahnya, sehingga mampu mengelola sawah secara optimal tanpa pupuk kimia.
Namun, seiring perkembangan zaman, praktik pertanian tradisional mulai ditinggalkan. Intensifikasi pertanian dan tuntutan hasil panen tinggi mendorong penggunaan pupuk kimia secara berlebihan. Hal ini berakibat pada kerusakan tanah, pencemaran lingkungan, dan ketergantungan petani pada pupuk kimia.
BACA JUGA:Edwar Setiawan - Ruslan Sepakat Berpasangan di Pilkada Mukomuko
BACA JUGA:Banyak Disukai Karena Nikmat! Inilah Manfaat Mengonsumsi Daging Dada Ayam