Pada tanggal 19 Desember 1948 pendidikan inspektur polisi di Bukittinggi ditutup karena agresi militer Belanda II.
Pada tanggal 19 Juli 1950, setelah diakuinya kedaulatan Indonesia, keenam polisi wanita tersebut kembali dipanggil untuk kembali melanjutkan pelatihan mereka di SPN Sukabumi. Selama menjalani pendidikan kepolisian, mereka belajar tentang ilmu sosial dan pendidikan.
Selain itu, mereka juga mempelajari bermacam-macam ilmu bela diri seperti anggar, jiu jitsu, judo, dan pendidikan militer lainnya.
Pada tanggal 1 Mei 1951, keenam calon inspektur polisi wanita berhasil menyelesaikan pendidikan dan mulai bertugas di Djawatan Kepolisian Negara dan Komisariat Polisi Jakarta Raya. Mereka melakukan tugas kepolisian yang berkaitan dengan wanita dan anak-anak.
Seperti mengawasi dan memberantas pelacuran serta perdagangan perempuan dan anak-anak, mengusut dan memberantas kejahatan yang dilakukan wanita dan anak-anak, dan memeriksa fisik kaum wanita dalam suatu perkara.
Selain itu, mereka juga turut membantu polisi umum dalam penyidikan dan pemeriksaan perkara terhadap terdakwa atau saksi perempuan.
Untuk memperingati hari kelahiran Polwan di Indonesia, pemerintah pun memutuskan untuk membangun monumen Polwan pada 1973.
Monumen yang berlokasi di Bukittinggi, Sumatera Barat itu diresmikan oleh Kapolri pada saat itu, yaitu Jenderal Polisi Drs. Banoeroesman Astrosemitro pada tanggal 27 April di tahun yang sama.*