RADARMUKOMUKO.COM - Perlawanan rakyat Indonesia, terutama umat muslim dalam mengusir penjajah tidak ada batas, bahkan dalam bulan ramadhan sekalipun perlawanan tidak pernah kendor sedikitpun.
Dalam ceritanya, beberapa kali perlawanan sengit yang dilakukan, terjadi saat umat islam sedang menahan haus dan lapar dalam kewajiban puasa ramadhan.
Agresi Militer Belanda I, pada 1947 dilakukannya dengan mengepung ibu kota Republik Indonesia dan menghapus kedaulatan NKRI.
Fokus serangan penjajah berlangsung di tiga tempat, Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Di Sumatera Selatan, Agresi militer I Belanda dilakukan tepat di hari ketiga bulan puasa.
Perang dimulai setelah umat Islam baru saja selesai melakukan sahur sekitar pukul 04.00 pagi.
BACA JUGA:Susu Air Beras, Jadi Kangen Kampung Halaman, Awalnya Dari Sini, Ketika Penjajahan Belanda
BACA JUGA:Cara Apik Rakyat Palembang Saat Melawan Penjajah, Belanda Jatuh Masuk Inggris
Juga di Jawa Timur, pertempuran antara alim ulama melawan Belanda di Pamekasan saat bulan Ramadhan.
Walau dalam bulan puasa, keberanian dan semangat rakyat Madura, maju melakukan perang melawan penjajah Belanda.
Melansir dari beberapa sumber, para ulama se-Madura menggelar musyawarah di Pamekasan. Rapat akbar tersebut menghasilkan keputusan, “Bagi Umat Islam laki-laki dan perempuan wajib hukumnya ikut perang Jihad fi sabilillah mempertahankan Kemerdekaan bangsa Indonesia dan mengusir penjajah Belanda!”
Keputusan tersebut langsung menjalar ke tiap nadi masyarakat Madura yang mayoritas muslim.
Ulama menegaskan, perlawanan melawan Belanda, selain untuk mempertahankan Republik Indonesia, juga untuk menegakkan Islam yang merupakan cita-cita umat Islam Indonesia.
Hal itu diperkuat dengan pernyataan KH. Ahmad Basyir AS., yang mengatakan, “Selama Indonesia dijajah, agama Islam, sulit untuk tegak di Indonesia!”. Bahwa, “Agama Islam bisa tegak di Indonesia, jika Indonesia bebas dari penjajah,” tukas KH. Syarqawi.
Bahkan, dengan tegas KH. M. Nasruddin Anchori CH, menyatakan: