RADARMUKOMUKO.COM - Ramadhan, bulan yang penuh rahmat dan maghfirah, telah tiba, membawa bersamanya kesempatan untuk introspeksi dan peningkatan spiritual.
Di tengah hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari, i’tikaf menawarkan peluang bagi umat Islam untuk menyepi dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan lebih khusyuk.
I’tikaf, yang berarti menetap di masjid dengan niat ibadah, tidak hanya terbatas pada sepuluh hari terakhir Ramadhan.
Meskipun Rasulullah SAW lebih sering melakukan i’tikaf pada periode ini, terutama untuk mencari malam Lailatul Qadar, namun tidak ada ketentuan yang mengharuskan i’tikaf hanya dilakukan pada waktu tersebut.
BACA JUGA:Malam Ramadhan, Jaksa Mukomuko Tetapkan 7 Tsk Kasus Dugaan Korupsi Utang RSUD, KN Rp 4,8 M
BACA JUGA:Benarkah Pahala Puasa Anak Belum Dewasa Untuk Orang Tua? Berikut Penjelasannya
Seorang Muslim boleh beri’tikaf kapan saja selama bulan Ramadhan, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya.
Melakukan i’tikaf sejak awal Ramadhan membuka pintu bagi berbagai keberkahan.
Dengan beri’tikaf, seseorang dapat memperbanyak ibadah, seperti shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, dan berdzikir.
Ini adalah kesempatan untuk memutuskan sementara hubungan dengan dunia luar dan fokus pada pengembangan diri secara rohani.
Di sisi lain, i’tikaf pada sepuluh hari terakhir memiliki keistimewaan tersendiri karena di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Umat Islam dianjurkan untuk meningkatkan amalan dan doa, berharap untuk bertemu dengan malam yang penuh kemuliaan itu.
BACA JUGA:Sinopsis Drama Thailand SLEEPLESS SOCIETY: NYCTOPHOBIA, Tayang di Netflix
BACA JUGA:Ini Aktris yang Seharusnya Membintangi Drakor QUEEN OF TEARS, Bukan Kim Ji Won
Namun, apakah di awal atau di akhir, esensi i’tikaf tetap sama: mencari kedekatan dengan Sang Pencipta. I’tikaf menjadi jembatan bagi umat Islam untuk meninggalkan kesibukan dunia dan menemukan ketenangan dalam beribadah.