Terdapat sejumlah alasan mengapa kita melakukan Cancel Culture. Menurut sebuah penelitian di 2020, ada dua alasan mengapa seseorang melakukan cancel culture. Pertama, sebagai bentuk punishment atau hukuman terhadap seseorang yang memang pantas menerimanya.
Kedua adalah memberikan individu yang bersalah atau yang di-cancel tanggung jawab.
Cancel culture bisa memengaruhi kesehatan mental individu yang terdampak. Menurut Utari, cancel culture sebenarnya serupa dengan bullying.
"Dampak cancel culture terhadap kesehatan mental seseorang bisa berupa anxiety, depresi, low self-esteem, terisolasi dari pergaulan, dan yang paling parah adalah suicide attempt atau percobaan bunuh diri," ungkap Utari.
Ketika kita atau orang yang kita kenal mengalami cancel culture, apa yang bisa dilakukan?
Pertama, cobalah untuk menerimanya atau cobalah menerima apa yang terjadi.
Seseorang mungkin akan berpikir atau bagaimana jika usai mengalami cancel culture, dan ini adalah respon otomatis.
Namun, menurut Utari, berpikir "bagaimana jika" hanya akan membuat seseorang menjadi semakin cemas.
Oleh karena itu, cobalah untuk menyingkirkan pikiran itu dan menerima situasi yang terjadi.
“Kemudian, bisa melakukan self affirmation, seperti, 'It's okay to have have different opinion and perspective', lalu jangan lupa untuk take a pause, nggak reaktif dengan apa yang terjadi di sekitar dan belajar dari kesalahan serta mendengarkan nasihat dari orang-orang yang penting di hidup kita," ungkap Utari.*