Djulaeha Karmita, Pejuang Perempuan Cimahi di Medan Perang Yang Tak Banyak Dikenal

Sabtu 04-11-2023,14:53 WIB
Reporter : Tim Redaksi RM
Editor : Amris

 

RADARMUKOMUKO.COM - Dra Hj. Djulaeha Karmita tidak setenar nama Cut Nyak Dhien, RA Kartini, Cut Meutia, Fatmawati, Martha Christina Tiahahu dan lainnya. 

Namun perannya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak bisa dianggap remeh, karena selain sebagai Palang Merah Indonesia (PMI) dan seorang anggota Laskar Wanita Indonesia (Laswi), ia juga ikut angkat senjata di medan perang.

Sebagai seorang PMI, pada masa penjajahan dirinya selalu bersiap mengobati setiap tentara atau pejuang yang terluka akibat perang. Namanya sangat dihormati masyarakat setemapt, hingga namanya diabadikan sebagai nama jalan di Kota Cimahi. 

BACA JUGA:Caleg Harus Tahu Tips Memenangi Pemilu 2024, Nomor 7 Kunci Kemenangan Harus Dilakukan

BACA JUGA:Kalau Sedang di Jambi, Ini Rekomendasi Wisata Murah, Cuma Rp 5000 Bisa Berenang Atau Snorkeling di Air Jernih

Dirangkum dari berbagai sumber, sebagai seorang PMI yang merangkap seorang anggota Laswi, dirinya ikut kemana batalion bergerak. Bukan hanya perang di Cimahi, dirinya pun menjadi saksi ketika perang di Kabupaten Bandung dan Purwakarta meledak.

Machmud mengungkapkan, meski banyak berada di baris belakang, terkadang dirinya pun ikut mengangkat senjata ketika perang. Salah satu pertempuran heroik yang diikutinya adalah perang 4 hari 4 malam.

Pertempuran tersebut terjadi di sejumlah titik di Cimahi. Dari mulai sekitar Penjara Poncol di Kalidam dan Jalan Gatot Subroto yang dulunya dijadikan tangsi Belanda yang digawangi berbagai kompi, laskar, Badan Keamanan Rakyat (BKR) hingga Tentara Keamanan Rakyat (TKR) itu terjadi selama 4 hari 4 malam pada tahun 1947.

BACA JUGA:Prabowo dan Titiek Soeharto Yang Terganjal Isu Politik, Sudah Tak Bersama Tapi Masih Setia

BACA JUGA:Kota-Kota Misterius Ini Tidak Bisa Dilihat Dengan Kasat Mata, Tapi Diyakini Ada

Perang itu tidak berbuah kemenangan. Sejumlah pejuang dan warga ketika itu mengungsi ke arah selatan Bandung. Djulaeha pun ikut mengungsi ke sana.

Setelah Indonesia resmi menjadi negara berdaulat diakui dunia internasional pada 1949. Djulaeha menjadi seorang aktivis perempuan. 

Ia juga mulai turun ke dunia politik. Machmud mengatakan, Djulaeha pernah duduk di kursi dewan perwakilan di daerah.

Sosok wanita itu pun dikabarkan meninggal di tahun 1990-an.*

Kategori :