RADARMUKOMUKO.COM - Burung perkutut, burung kecil berwarna coklat dengan suara merdu, adalah salah satu burung yang paling populer di Indonesia, terutama di Jawa.
Banyak orang yang memelihara burung ini karena suaranya yang bisa menenangkan hati dan pikiran. Namun, tahukah Anda sejak kapan burung perkutut ditemukan dan dikenal dunia? Berikut ini kami akan mengulasnya untuk Anda.
Melansir dari berbagai sumber, burung perkutut memiliki nama ilmiah Geopelia striata, yang berarti merpati bergaris.
Hal ini karena burung perkutut termasuk dalam keluarga merpati (Columbidae) dan memiliki garis-garis hitam di tubuhnya.
Burung perkutut berasal dari Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Myanmar. Burung perkutut juga menyebar ke Australia, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat sebagai burung peliharaan.
Burung perkutut pertama kali dideskripsikan oleh ilmuwan Swedia bernama Carl Linnaeus pada tahun 1766 dalam bukunya Systema Naturae.
BACA JUGA:Pahlawan Ini Berani Menentang Belanda yang Ingin Memisahkan Indonesia dan Papua
Linnaeus memberi nama burung ini Columba striata, yang kemudian diganti menjadi Geopelia striata oleh ilmuwan Prancis bernama Charles Lucien Bonaparte pada tahun 1855.
Nama Geopelia berasal dari bahasa Yunani geo yang berarti "bumi" dan peleia yang berarti "merpati", menggambarkan kebiasaan burung ini makan di permukaan tanah.
Burung perkutut sudah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit. Konon, ada sepasang burung perkutut yang sangat terkenal, yaitu Kiai Jaka Mangu dan Nyai Martengsari.
Kedua burung ini merupakan jelmaan dari Pangeran Pajajaran bernama Joko Mangu, yang menjadi burung perkutut milik Prabu Brawijaya V dari Majapahit.
Burung perkutut ini dipercaya bisa memberikan petunjuk atau ramalan tentang masa depan melalui suaranya.
Suatu hari, burung perkutut milik Prabu Brawijaya V lepas dari sangkarnya. Prabu Brawijaya V yang bijaksana membiarkan hal itu terjadi dan berkata, "Biarlah wahai penjagaku itu hanya seekor burung, hartaku sebenarnya adalah rakyat bukan perkutut". Kemudian Prabu Brawijaya V melanjutkan hijrah ke wilayah Yogyakarta. Secara ajaib, burung perkutut yang lepas itu menghampiri sang raja dan hinggap di pundaknya.
Kejadian ini disaksikan oleh raja-raja sekitar Mataram, yang kemudian berkumpul di Yogyakarta. Mereka merasa kagum dengan burung perkutut tersebut dan menganggapnya sebagai simbol kesempurnaan, harapan, dan misteri.