RADARMUKOMUKO.COM – Di Kabupaten Kerinci Jambi dan beberapa wilayah lainnya di Sumatera, terdapat sebuah cerita tentang keberadaan orang pendek atau dalam bahasa daerah 'Uhang Pandak'.
Dikatakan Uhang pandak ini kerap ditemukan di gunung Kerinci hingga taman nasional bukit barisan Sebelat, Pulai Sumatera.
Uhang Pandak adalah sebutan dari masyarakat sejak zaman dahulu.
Dilansir dari berbagai sumber, Uhang Pandak ditemukan pertama kali di catatan penjelajah Marco Polo pada tahun 1292 ketika melakukan petualangan ke Pulau Sumatra. Catatan Marco Polo adalah tentang sosok semacam monyet yang tampak pendek dengan kaki terbalik, Tumitnya di depan, sedangkan jari di belakang.
BACA JUGA:6 Perbedaan Utama Antara PNS dan PPPK, Mulai Dari Seleksi, Hak, Status Pegawai Hingga Masa Kerja
Orang pendek atau manusia kerdil tersebut dipercayai tinggal di pedalaman hutan atau rimba raya Sumatera.
Hingga saat ini, masih banyak yang berupaya mencari keberadaan mereka untuk membuktikan kebenaran ada atau tidaknya orang pendek tersebut.
Di Gunung Sago, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, misalnya. Masyarakat setempat menyebut orang pendek dengan sebutan Anak Ghoteh. Ada juga yang menyebutnya Bigau.
Sekitar 1930, perburuan terhadap manusia pendek pernah terjadi. Bahkan, orang kerdil dikabarkan pernah tertembak di Pasir Pengaraian, Rokan Hulu, Riau.
Perburuan terhadap manusia pendek dipicu oleh ambisi bangsa Eropa untuk kepentingan ilmiah. Mereka ingin sekali memperoleh contoh makhluk itu.
Selain untuk memperoleh kebenaran kabar tersebut, mereka juga menyelidiki perbedaan orang pendek tersebut dengan manusia.
Awal 1900-an, tidak sedikit laporan dari para warga negara asing. Waktu itu wilayah Indonesia, termasuk Sumatra, masih menjadi jajahan Belanda. Ada satu kesaksian yang terkenal dari Mr. Van Heerwarden pada tahun 1923.
Van Heerwarden merupakan seorang ahli zoologi yang memang sedang melakukan proses penelitian di Taman Nasional Kerinci Seblat.
BACA JUGA:Ibu dan Anak Berbagi Istri Suku Mandi di Banglades, Tradisi Menjadi Warisan Turun-temurun
BACA JUGA:Mentawai, Suku Tertua dengan Tradisi Tato Kuno, Makan Pokok Sagu Hingga Tarian Mistis