Santri ini mengkisahkan cerita gurunya yang ikut langsung bergerilya bersama Panglima Soedirman.
Dalam pertempuran sengit kata santri itu yang diceritakan oleh gurunya, Panglima Soedirman dalam sebuah pertempuran menjatuhkan pesawat Belanda dengan meniupkan bubuk merica. Teguh berkomentar, “Gila, ini tak masuk nalar.”
Situasi desa Bajulan yang sunyi dan senyap mendak terbangun oleh desingan suara pesawat di bulan Januari 1949.
Sehingga Penduduk kampung yang beada di sawah, halaman, dan jalan, panik mencari tempat berlindung.
Warga Nganjuk paham betul, bahwa pesawat Belanda yang mencari para grilyawan siap akan menjatuhkan Bom dan peluruh. Sehingga masyrakat sembunyi di balik pepohonan.
Termasuk perempuan bernama Jirah 16 tahun yang selalu didapur seraya membayangkan gubuknya jika di hujani peluru Belanda.
Dimana saat itu di rumahnya ada sembilan laki-laki asing tamu ayah angkatnya, Pak Kedah, yang ia layani makan dan minum.
Walau Jirah tidak mengenal siapa 9 laki-laki itu, tapi dalam hatinya ia menduga mereka Grilyawan yang sedang di cari Belanda.
Diluar dugaan sewaktu pesawat mendekat, dia melihat seorang yang memakai beskap duduk di depan pintu dikelilingi delapan lainnya. “Saya mengintip dan menguping apa yang akan terjadi dari dapur,” kata Jirah, September lalu.
Terlihat ada lelaki kurus tinggi yang memakai beskap dipanggil ”Kiaine” atau Pak Kiai oleh yang lainya mengeluarkan keris dari pinggangnya.
Kemudian Keris itu ditaruh didepanya Lalu tanganya merapat dan mulutnya komat kamit membaca doa, tiba-tiba dengan ajaibnya Keris itu berdiri dengan ujung lancipnya menghadap ke langit-langit.
Dimana kala itu suara pesawat terdengar semankin dekat dan suara doa panglima Soedirman semangkin terdenganr nyaring pula.
Seterusnya, Keris itu perlahan miring, lalu jatuh ketika bunyi pesawat menjauh. Lalu Kiaine menyarungkan keris itu lagi dan para pendoa meminta undur diri dari ruang tamu.
Kepada Jirah, seorang pengawal Kiaine bercerita bahwa keris dan doa itu telah menyamarkan rumah dan kampung tersebut dari penglihatan tentara Belanda.
Terdengar dari obrolan para tamu ternyata orang yang memkai pakaian beskap bertubuh tinggi kurus dan napasnya tercekat yang di panggil kiaine adalah Jenderal Soedirman.