Saat kutanya : “kenapa begitu ?”
“karena kata simbah modal simbah bikin tempe Cuma 20 ribu. Harusnya simbah paling banyak dapetnya yaa 50 ribu.”
“Kalau sampai lebih berarti itu punyanya Gusti Pangeran, harus dikembalikan lagi.”
“Lha rumahnya Gusti Pangeran kan di Gereja mbak, makanya kalau dapet lebih dari 50 ribu, saya diminta simbah masukkin uang lebihnya ke Kolekte Gereja.”
“Lho, kalo sampai lebih dari 50 ribu, itukan hak simbah, kan artinya simbah saat itu bawa tempe lebih banyak to ?” Tanyaku lagi
“Nggak Pak. Simbah itu tiap hari bawa tempenya ga berubah-ubah jumlahnya sama.” Cucunya kembali menjelaskan padaku.
“Tapi kenapa hasil penjualan simbah bisa berbeda-beda ?” tanyaku lagi
“Begini Pak, kalau ada yang beli tempe sama simbah, karena simbah tidak bisa melihat, simbah selalu bilang, ambil sendiri kembaliannya.”
“Tapi mereka para pembeli itu selalu bilang, uangnya pas kok mbah, ga ada kembalian.”
“Padahal banyak dari mereka yang beli tempe 5 ribu, ngasih uang 20 ribu.”
“Ada yang beli tempe 10 ribu ngasih uang 50 ribu. Dan mereka semua selalu bilang uangnya pas, ga ada kembalian.”
“Pernah suatu hari simbah dapat uang 350 ribu. Yaaa 300 ribu nya saya taruh dikotak Kolekte Gereja saat misa pagi.” Begitu penjelasan sang cucu.
Aku melongo terdiam mendengar penjelasan itu.
Disaat semua orang ingin semuanya menjadi uang, bahkan kalau bisa kotorannya sendiripun disulap menjadi uang, tapi ini mbah Jum…??