MUKOMUKO, RADARMUKOMUKO.COM – Peran Badan Pertanahan Nasional (BPN) disebut-sebut sebagai kunci dalam penyelesaian konflik berkepanjangan antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit di lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT Bumi Bina Sejahtera (BBS) Kecamatan Malin Deman, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu.
‘’Pengamatan kami sebagai pengawas investasi, kunci utama dalam penyelesaian konflik HGU BBS ada di tangan BPN. Pamungkas persoalan ada di BPN, bukan Pemda maupun Pemerintah Provinsi,’’ ungkap Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Mukomuko, Juni Kurnia Diana, SAP ketika ditemui di ruang kerjanya, Jum’at, 28 Juli 2023.
BACA JUGA:Jamaah Haji Mukomuko Dapat Pengayoman Maksimal, Dijemput, Disambut dan Diberikan Sertifikat
Menurut Juni, akar persoalan yang mengakibatkan terjadi konflik berkepanjangan antara masyarakat dan perusahaan berawal dari adanya take over saham dan pengelolaan HGU dari PT. BBS ke PT Daria Dharma Pratama. Proses take over antara dua perusahaan ini diduga tidak transparan. Kata Juni, baik dari segi data lahan maupun dari sisi administrasinya.
‘’Take over inikan kurang transparan dan berkemungkinan hanya pakai sistem bawah tangan atau in formal. Akibatnya, PT DDP berbenturan dengan masyarakat yang selama ini telah terlanjur menggarap sebagian lahan HGU yang diduga telah lama ditinggalkan BBS,’’ imbuhnya.
Juni mengutarakan bahwa sengketa atau konflik HGU yang memiliki kewenangan lebih dalam penyelesaiannya adalah pihak BPN. Berbicara tugas pokok dan fungsi (tupoksi), yang menguasai data serta sertifikat HGU adalah BPN dan ini tergantung dengan luasannya. Khusus untuk HGU BBS, sertifikatnya penguasaannya berada di bawah kewenangan BPN pusat.
BACA JUGA:Bupati Sapuan Hadiri Serah Terima Jamaah Haji Mukomuko di Bengkulu
Untuk posisi kewenangan dalam urusan HGU, pemerintah daerah dalam hal ini bupati, secara kewilayahan beliau hanya bisa menjaga kondisi kondusifitas dari pada investasi.
‘’Jadi kewenangan untuk mencabut bukan berada di tingkat kabupaten. Jadi dalam hal ini, kami beranggapan bahwa ketegasan BPN lah yang menjadi penjawab atau jawaban terhadap persoalan tersebut. Walaupun ada dampak sosial yang timbul akibat dari itu, saya rasa bisa diselesaikan dengan cara berkelanjutan,’’ ujarnya.
‘’Kata kuncinya, pihak BPN harus bersikap tegas menyampaikan kepada masyarakat melalui media, agar masyarakat tahu bahwa status HGU PT BBS bagaimana terkini,’’ ulasnya.
Diketahui, luas HGU PT BBS di Kecamatan Malin Deman sebanyak 1.888 hektare. Selain sebagian telah digarap masyarakat, di dalamnya juga terdapat persoalan lain. Dikatakan Juni, berdasarkan informasi yang didapat, ada lahan yang dulunya masuk dalam kawasan HGU BBS yang belum klar proses ganti rugi dengan warga.
‘’Konflik ini tidak hanya soal garap menggarap. Informasi yang kami dapatkan, juga ada lahan HGU yang belum tuntas proses ganti ruginya dengan masyarakat,’’ paparnya.
Informasi lain, Gubernur Bengkulu beberapa waktu lalu melalui mass media, juga telah menyampaikan bahwa dari 1888 luasan HGU PT BBS tersebut, 953 hektare dinyatakan untuk dikembalikan kepada masyarakat dan itu akan digunakan untuk program nasional. Sedangkan 935 hektare akan diarahkan kepemilikannya ke DDP, namun itu belum dinyatakan secara tegas oleh Gubernur.
‘’Beliau (Gubernur) ketika itu cuma mengatakan 953 dikembalikan ke masyarakat dan dijadikan program pemerintah program GTRA,’’ jelasnya.*