BACA JUGA:7 Perang di Daerah, Walau Senjata Tradisional, Belanda Babak Belur
Keberhasilan gemilang diraih oleh Batalyon Geni pimpinan Letda Ali Usman yang sukses menhancurkan Tiga Regu Kaveleri Gajah Merah Belanda. Meskipun Letda Ali Usman terluka parah pada lengan.
Pasukan lini dua tentara Indonesia yang bergerak dilokasi keramat Candi Walang (24 Ilir) menjaga posisi untuk menghindari terlalu mudah bagi Belanda memborbardir posisi mereka.
Sedangkan pasukan Ki.III/34 di 4 Ulu berhasil menenggelamkan satu kapal Belanda yang sarat dengan mesiu. Akibatnya pesawat-pesawat mustang belanda mengamuk dan menghantam selama 2 jam tanpa henti posisi pasukan ini.
BACA JUGA:Perang Jagaraga Bali, Belanda Berkali-Kali Kehabisan Pasukan
Pada saat itu pasukan bantuan dari Lampung, Lahat dan Baturaja tiba di Kertapati, namun kesulitan memasuki zona sentral pertempuran diareal Masjid Agung dan sekitarnya akibat dikuasainya Sungai Musi oleh Pasukan Angkatan Laut Belanda.
Pada 4 Januari 1947, Belanda mengalami masalah amunisi dan logistik akibat pengepungan hebat dari segala penjuru oleh tentara dan rakyat, sedangkan tentara Indonesia mendapat bantuan dari tokoh masyarakat dan pemuka adat yang mengerahkan pengikutnya untuk membuka dapur umum dan lokasi persembunyian serta perawatan umum.
Pasukan Mayor Nawawi yang mendarat di Keramasan terus melaju ke pusat kota melalui jalan Demang Lebar Daun.
Bantuan dari pasukan ke Masjid Agung terhadang di simpang empat BPM, Sekanak, dan Kantor Keresidenan oleh pasukan Belanda sehingga bantuan belum bisa langsung menuju kewilayah Charitas dan sekitar.
BACA JUGA:Sejarah Perang Padri, Puncak Revolusi Islam Minangkabau
Akhirnya 5 Januari 1947, hari ke Lima dari pertempuran, panser Belanda serentak bergerak maju kearah Pasar Cinde, namun belum berani maju karena perlawanan sengit dari Pasukan Mobrig pimpinan Inspektur Wagiman dibantu oleh Batalyon Geni. Sedangkan pasukan Belanda di Jl Merdeka mulai Sekanak tetap tertahan tidak mampu mendekati Masjid Agung.
Akibat kesulitan tentara belanda dibidang logistik dan kesulitan yang lebih besar pada pihak kita pada bidang amunisi akhirnya dibuat kesepakatan untuk mengadakan Cease Fire (gencatan senjata).
Indonesia mengirim Dr. Adnan Kapau Gani sebagai utusan dari pemerintah pusat untuk melakukan perundingan dengan pihak Belanda.
BACA JUGA:Sejarah Perang Diponegoro, Menelan Korban Belasan Ribu Jiwa
Hasil perundingan menyepakati bahwa dari pihak Indonesia, pasukan TRI dan pejuang lainnya akan mundur sejauh 20 km dari pusat kota dan hanya menyisakan ALRI, polisi dan pemerintahan sipil agar tetap berada di Kota Palembang.
Sementara dari pihak Belanda, batas pos-pos hanya boleh didirikan sejauh 14 km dari pusat kota. Gencatan senjata tersebut mulai berlaku sejak tanggal 6 Januari 1947.