MUKOMUKO – Senin (20/12) siang ini, gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mukomuko di Jalan Imam Bonjol, Komplek Perkantoran Pemda Mukomuko, dikerumuni ratusan Tenaga Kerja Sukarela (TKS) Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mukomuko.
Kehadiran mereka, menuntut kejelasan jasa piket bagi 390 orang TKS RSUD Mukomuko, sebagaimana yang diinformasikan, bahwa tidak lagi dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2022.
Perwakilan TKS RSUD Mukomuko, Neni Widya Ningsih mengungkapkan, aksi spontanitas ini bertujuan untuk meminta kejelasan terkait anggaran jasa piket para TKS RSUD. Dimana, kata Neni yang akrab disapa Dea ini, jasa piket yang paling diharapkan dari hasil kerja para TKS ini dikabarkan tidak lagi dianggarkan untuk masa kerja tahun 2022.
‘’Kami disini mempertanyakan hal itu, mengapa dihapuskan,’’ ungkap Dea.
Jasa piket, berupa upah yang diterima para TKS dan dihitung berdasarkan jam kerja tambahan atau di luar jam kerja wajib. Menurut Dea, besaran jasa piket yang diterima juga dihitung dari siff kerja. Untuk siff sore, dengan waktu kerja 6 jam, besaran jasa piket yang diterima TKS sebesar Rp 30 ribu per orang. Untuk siff malam dengan lama kerja 12 jam, jasa piket yang diterima TKS sebanyak Rp 35 ribu.
‘’Jasa piket ini sangat kami tunggu dan harapan kami setiap bulannya. Karena kami TKS, ada yang sudah mendapat gaji bulanan dari BLUD dan ada yang belum. Besaran gaji bulanan yang kami terima dari BLUD selama ini Rp 400 ribu,’’ ujar Dea.
Ketua DPRD Mukomuko, M. Ali Saftaini, SE ketika dikonfirmasi menyampaikan, kunjungan kawan-kawan tenaga medis rumah sakit ke DPRD dalam upaya menelusuri penganggaran jasa piket. Diakuinya, jasa piket untuk tahun 2022 memang tidak dianggarkan di dalam APBD, termasuk di BLUD maupun di luar BLUD.
Dijelaskan Ali, disaat pembahasan, pihaknya dari Badan Anggaran (Banggar) menginginkan jasa piket dan pelayanan medis diplot dalam anggaran belanja BLUD dan dibayar melalui dana BLUD, bukan dari APBD. Situasi ini telah didiskusikan, hanya saja tidak disambut baik oleh pihak rumah sakit, sehingga persoalan ini tidak terselesaikan.
‘’Sekarang baru mencuat. Dengan mencuat ini, kami mencari jalan keluarnya seperti apa. Tapi intinya adalah, kita bukan tidak sepakat jasa piket dan jasa pelayanan medis tidak dianggarkan. Kita mau menganggarkan, tetapi menganggarkan dari mana,’’ sampainya.
Diakui Ali, disaat pembahasan di tingkat Banggar, ploting dana untuk RSUD Mukomuko telah disetetapkan besarannya Rp 28 miliar. Namun anggaran tersebut dinilai masih kurang, dan dilakukan penambahan anggaran sebesar Rp 1,8 miliar. Akan tetapi, tambahan anggaran tersebut tetap saja tidak diperuntukkan untuk jasa piket.
Sebuah hal menarik, ketika pembahasan KUA PPAS hingga Raperda APBD 2022, pendapatan rumah sakit dituangkan sebesar Rp 30 miliar. Yang menjadi pertanyaan, kata Ali, di tingkat Banggar hanya dimunculkan angka Rp 28 miliar, artinya ada pendapatan Rp 2 miliar.
‘’Kalau Rp 30 miliar diplot untuk rumah sakit, bearti harus ada dewan pengawas. Kalau Rp 28 miliar, belum ada dewan pengawas. Karena sudah masuk dalam Raperda dan KUA PPAS, pendapatan di 2022 itu Rp 30 miliar. Tapi mereka tidak mau ditampilkan, mengapa tidak ditampilkan. Supaya menghindari pembentukan dewan pengawas,’’ terangnya.
Sebagai solusinya, penganggaran kembali untuk jasa piket ini berkemungkinan besar dapat dilakukan pada penggeseran anggaran. Metodenya, mungkin akan terjadi pemindahan anggaran kegiatan pada RSUD Mukomuko.
‘’Sekarang masih tahap evaluasi APBD oleh gubernur, apakah bisa atau tidak dianggarkan kembali. Kalau tidak ada celah, terpaksa diubah pada anggaran pergeseran, sekitar bulan 3 atau bulan 4 mendatang,’’ demikian Ali. (nek)