Lima Kekejaman Penjajah Belanda Saat Jajah Indonesia, Kerja Rodi Hingga Pelecehan

Lima Kekejaman Penjajah Belanda Saat Jajah Indonesia, Kerja Rodi Hingga Pelecehan--
RADARMUKOMUKO.COM - Wajar masyarakat Indonesia tidak pernah melupakan pahitnya hidup dalam penjajahan. Ada banyak kejahatan penjajah yang menyakitkan bagi rakuat. Seperti pada masa Belanda dari abad ke-17 hingga abad ke-20. Berbagai pendiritaan dirasakan.
Mengutip buku Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia (1997) terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, penderitaan rakyat akibat penjajahan Belanda tidak hanya dalam bentuk perang dan kekerasan.
Kemiskinan, kelaparan, hingga perbudakan bahkan dialami rakyat Indonesia saat dunia sudah memasuki abad ke-20.
BACA JUGA:Agar Anak Tumbuh Cerdas dan Sehat, Ini Jenis Makanan Yang Cocok Diberikan
BACA JUGA:Kisah Pelacur dan Copet Dikerahkan Hadapi Belanda, Ini Yang Membuat Soekarno Ketawa
Penderitaan yang dialami rakyat akibat penjajahan Belanda menyebabkan perlawanan terjadi di mana-mana.
Setidaknya ada Lima contoh kekejaman Belanda yang membuat penderitaan rakyat akibat penjajahan:
Perbudakan
Salah wujud perbudakannya terlihat saat VOC ingin memindahkan "ibu kota" pemerintahannya dari Ambon ke Batavia—sekarang bernama Jakarta.
Ketika berhasil dikuasai VOC, di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coenstraat, penduduk Batavia masih belum padat. Terlebih, banyak penduduk lokal yang memilih kabur ke pelosok Batavia Selatan, yakni Jatinegara Kaum.
Di sisi lain, VOC ingin membangun Batavia sebagai "ibu kota".
VOC mendatangkan tawanan perang dan budak dari berbagai tempat. Di antaranya seperti Manggarai, Bali, Sulawesi, Arakan, Bima, Benggala, dan Malabar, demikian tercatat dalam Kisah Betawi Tempo Doeloe: Robin Hood Betawi (2001) yang ditulis Alwi Shahab.
Dalam perjalanannya, banyak pria bumiputra diperbudak menjadi pekerja kasar di Batavia, sementara perempuan dijadikan pemuas nafsu berahi dan pengurus rumah tangga orang-orang Belanda.
Apabila mereka membangkang, hukumannya sangat kejam. Izin perbudakan akhirnya dihapus pada 1860 oleh pemerintah Hindia-Belanda. Namun, praktiknya terus dilakukan hingga dekade pertama abad ke-20.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: