Jepang Perintahkan Warga Indonesia Sembah Matahari, KH. Zainal Mustafa Pilih Perang

Jepang Perintahkan Warga Indonesia Sembah Matahari, KH. Zainal Mustafa Pilih Perang

Jepang Perintahkan Warga Indonesia Sembah Matahari, KH. Zainal Mustafa Pilih Perang--

RADARMUKOMUKO.COM - Jepang merupakan negara penjajah Indonesia yang terakhir dalam sejarah sebelum merdekan 1945. Selama berkuasa Jepang terkenal dengan kebrutalan atau kekejamannya pada masyarakat, mulai dari kerja paksa, pelecehan hingga pembunuhan.

Ternyata Jepang juga pernah memaksa masyarakat Indonesia untuk mengikuti kepercayaannya yaitu agama Sinto dengan menyembah mata hari atau Seikerei.

Seikerei merupakan penghormatan kepada Dewa Matahari dengan membungkukkan badan mengarah pada matahari terbit.

BACA JUGA:Cukup Campurkan 2 Bahan Dapur Ini, Merebus Telur Jadi Mudah Tidak Pecah dan Gampang Dikupas

BACA JUGA:Makanan Sehat dari Jepang, Ini Dia Wakame Miso Sop yang Nikmat

Perintah merungkuk pada mata hari ini pertama mendapat perlawanan dari salah seorang ulama yang juga pejuang yaitu, KH. Zaenal Mustofa, perlawanan ini dikenal dengan "Pertempuran Sukamanah Berdarah".

Diceritakan Kiai Zaenal Mustofa, memilih melakukan perlawanan ketimbang ikut perintah merunduk memberi hormat ke arah timur atau arah matahari terbit sebagai  hormat kepada Kaisar Jepang.

Alasannya jelas, merunduk memberikan hormat kepada Kaisar Jepang tersebut, bertentangan dengan keyakinan imannya sebagai seorang muslim. 

Perlawanan terhadap Seikeirei terang-terangan dilakukan Zaenal Mustofa di muka para tentara dan petinggi Jepang, yaitu saat para alim ulama Singaparna, dikumpulkan Jepang di alun-alun dan paksa melakukan Seikerei, dengan todongan senjata.

Dia mengatakan kepada Kiai Rukhiyat, bahwa melakukan Seikeirei adalah tidakan musyrik yang tidak perlu diikuti dan ditakuti, sebab Zaenal Mustifa berprinsip lebih baik mati ketimbang menuruti perintah Jepang. 

Zaenal Mustafa merencanakan akan mengadakan perlawanan terhadap Jepang, pada tanggal 25 Pebruari 1944. Dia akan menculik para pembesar Jepang di Tasikmalaya, kemudian melakukan sabotase, memutuskan kawat-kawat telepon sehingga militer Jepang tidak dapat berkomunikasi, dan terakhir membebaskan tahanan-tahanan politik.

Untuk melaksanakan rencana ia meminta para santrinya mempersiapkan persenjataan berupa bambu runcing dan golok dari bambu, serta berlatih pencak silat.

Sebelumnya, ia juga memberikan latihan spiritual seperti mengurangi makan, tidur, dan membaca wirid-wirid untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. 

Persiapan para santri ini tercium Jepang hingga dikirim Camat Singaparna disertai 11 orang staf dan dikawal oleh beberapa anggota polisi untuk melakukan penangkapan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: