Suku Kalang Punya Ekor, Ternyata Pernah Kalahkan Suku Dayak, Padahal Dikenal Sakti
Suku Kalang Punya Ekor, Ternyata Pernah Kalahkan Suku Dayak, Padahal Dikenal Sakti--
BACA JUGA:Mukomuko Gelar Apel Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Karhutla dan Kekeringan
BACA JUGA:Suku Maori Selandia Bahasanya Banyak Mirip Bahasa Indonesia, Ini Faktanya
Dalam peperangan klenik itu, Suku Kalang mendapat kemenangan dalam menghadapi Suku Dayak yang dikenal sakti.
Kemenangan itu membuat tentara Suku Kalang sempat diangkat menjadi perwira Majapahit. Akan tetapi perilaku mereka yang cenderung liar dan aneh (tidak seperti manusia Jawa pada umumnya) membuat jabatan itu dicopot.
Kelas sosial mereka berada di bawah selayaknya kaum sudra yang mengerjakan berbagai pekerjaan kasar.
Akan tetapi, setelah kerajaan Hindu-Budha di Indonesia runtuh, warga Suku Kalang mulai hidup berbaur dengan masyarakat umum.
Sayangnya sejak saat itu mereka malah menderita karena selalu menjadi sasaran perampokan. Sebab, orang-orang dari Suku Kalang dikenal ulet dalam bekerja, sehingga cukup berada dalam hal finansial.
Seiring berjalannya waktu, kehidupan keturunan Wong Kalang Berubah. Kini mereka hidup berbaur dengan masyarakat Jawa.
Ada mitos yang menyebutkan, pertama dikemukakan oleh Mitsuo Nakamura pada 1983. Antropolog Jepang itu mengatakan bahwa orang-orang Kalang dulunya adalah tawanan yang ditangkap oleh Sultan Agung dari ekspedisinya di Bali pada awal abad 17.
BACA JUGA:Perang Puputan Suku Osing Tidak Mau Diatur Penjajah, Perang Hingga Mati Ketimbang Dijajah
Mereka dipercaya merupakan keturunan dari kera dan seorang putri, sehingga memiliki ekor pendek serupa kera.
Juga ada mitos lain, Suku Kalang juga dianggap keturunan anjing. Orang Jawa memiliki anggapan yang berbau takhayul bahwa Wong Kalang merupakan anak hasil perkawinan antara seorang perempuan dengan seekor anjing.
Anggapan itu sebenarnya juga bukan terbentuk dengan sendirinya. Dalam Gegumbregan Gegalungan, upacara yang sekarang sudah jarang dilakukan oleh masyarakat Kalang, terlihat sekali ekspresi dan simbolisasi gerakan yang meniru perilaku anjing.
Antara lain, partisipan upacara merangkak seperti anjing. Hal ini dilakukan agar apa yang diinginkan dapat dikabulkan oleh leluhurnya.
Anjing dalam sistem upacara Galungan tersebut dapat juga dimanifestasikan dalam wujud patung kecil yang diletakkan di depan orang yang merangkak tadi.*
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: