Perang Kedongdong, Melawan Penindasan dan Sikap Belanda Yang Semena-Mena Pada Rakyat
Perang Kedongdong, Melawan Penindasan dan Sikap Belanda Yang Semena-Mena Pada Rakyat--
Untuk Pasukan Masyarakat, mereka direkrut dan dilatih oleh kepala daerahnya masing-masing yang sebelumnya kepala daerah tersebut telah dilatih oleh para pemimpin perlawanan. Strategi ini pun disebut dengan strategi estafet.
Sementara itu, untuk mengetahui segala hal yang berkaitan dengan pihak kolonial mereka mengutus spionase. Spionase ini secara umum merupakan rakyat sekitar yang berperan sebagai mata-mata dari pasukan perlawanan.
Perlawanan ini selalu dilakukan secara terbuka maupun tiba-tiba. Salah satu perang terbuka adalah perang yang terjadi di Bantarjati saat pasukan Bagus Rangin melawan pasukan Indramayu yang memihak pemerintah Kolonial. Dalam perlawanan kali ini, pasukan perlawanan menggunakan strategi “Buaya Mangap”.
Strategi ini disusun dengan menempatkan saku kelompok pasukan yang terdiri dari 40 orang untuk menjaga setiap jembatan menuju Bantarjati. Jembatan tersebut dihiasi oleh janur, daun beringin dan umbul-umbul serta gamelan. Lalu pada saat pasukan lawan melewati jembatan tersebut, mereka akan diberi penghormatan dan disambut dengan alunan suara gamelan.
Pihak lawan akan berpikir bahwa rakyat tersebut masih setia dan berpihak kepada mereka padahal ini merupakan strategi untuk mengecoh mereka. Saat pasukan lawan telah melewati jembatan tersebut maka jembatan akan dihancurkan dan mereka pun terkepung. Pada pertempuran ini, pasukan Bagus Rangin mendapat kemenangan.
Namun dua tahun berselang setelah pertempuran tersebut, Bagus Rangin ditangkap oleh pasukan pemerintah di daerah Panongan pada 27 Juni 1812 akibat dari pertempuran di Bantarjati yang kembali terjadi pada 16-29 Februari 1812.
BACA JUGA:Peristiwa Puputan 20 November Yang Menewaskan I Gusti Ngurah Rai, Perang Sampai Titik Darah Terakhir
BACA JUGA:Perang Sampai Titik Darah Terakhir, Pertempuran Perang Puputan Margarana Melawan Belanda
Perlawanan pun berhenti saat setelah Bagus Rangin tertangkap, dan kembali muncul pada tahun 1816-1818 yang dipimpin oleh Bagus Jabin dan Bagus Serit. Perlawanan ini bahkan sampai berkembang ke daerah Majalengka. Banyak sekali bupati-bupati dari berbagai wilayah yang berusaha untuk melakukan perdamaian.
Hingga saat Residen Cirebon memutuskan untuk melakukan serangan umum terhadap kaum perlawanan. Namun serangan ini justru mengalami kendala bahkan kekalahan akibat dari adanya permasalahan dalam pemegang komando. Lain halnya dengan pasukan Kedondong yang pada saat itu telah mengetahui rencana tersebut melalui mata-mata.
Mereka telah siap siaga menyusun strategi yang diberi nama “suluhan”. Strategi ini diterapkan pada saat pasukan Bagus Jabin melawan pasukan kolonial yang dipimpin oleh Letkol Hoorn di Kedondong. Strategi ini sengaja dilakukan pada malam hari dengan memanfaatkan kunang-kunang sebagai pengecoh pasukan kolonial yang ditugaskan berjaga di Jembatan Ciwaringin.
Pengecohan ini dilakukan agar lawan mengerahkkan seluruh isi senjatanya untuk menyerang kunang-kunang, maka saat persediaan senjata mereka telah habis maka dari arah belakang pasukan Kedongdong telah mengepung dan siap menyerang.
Strategi ini merupakan salah satu strategi yang diadaptasi dari strategi perang dalam lakon Wayang Perang Jayasuluhan. Akhirnya setelah berbagai peristiwa yang telah terjadi hingga tahun 1818, gerakan perlawanan rakyat Cirebon yang dengan istilah “Perang Kedongdong” pun resmi berhenti.*
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: