Kisah Tentara Belanda Yang Membelot dan Berjuang Membela Indonesia

Kisah Tentara Belanda Yang Membelot dan Berjuang Membela Indonesia

Kisah Tentara Belanda Yang Membelot dan Berjuang Membela Indonesia-Dok -

Dia menempuh pendidikan di seminari pada 1939-1943. Namun Princen tak pernah menyelesaikan studinya untuk menjadi pastor. Sebab Dia merasa sulit menghilangkan hasratnya terhadap perempuan. 

Kehidupan mudanya digambarkan sebagai sosok pemuja kebebasan. Namun secara ideologi Princen tertarik pada sosialisme.

Saat perang dunia II, Princen berkeinginan gabung dengan tentara Sekutu dan pergi ke Inggris pada tahun 1943. Namun dia tertangkap tentara Nazi Jerman yang telah menduduki Belanda.

BACA JUGA:Sejarah Perang Padri, Puncak Revolusi Islam Minangkabau

Princen pun dipenjara di lokasi yang berpindah-pindah dari Vaught, Utrecht, Amersfoort, dan akhirnya di Bocholt, Jerman. Di dalam penjara itulah Princen mendapat julukan Poncke. 

Julukan tersebut diambil dari roman berjudul Leven en daden van Pastoor Poncke van Damme in Vlaanderen Pastoor Poncke (1941) karya Jan Eekhout (1900-1978). Julukan itu diberikan Princen lantaran Dia kerap membacakan kisah roman itu kepada tahanan lain.

BACA JUGA:17 Pahlawan Wanita Indonesia, Angkat Senjata Hingga Melarang Poligami

Usai perang berakhir, pada Mei 1945 Princen pun dibebaskan tentara sekutu dari penjara. Masih beberapa bulan menghirup udara bebas, pada Desember 1945 Princen mendapat panggilan wajib militer dari Kerajaan Belanda ke Indonesia. 

Princen malah menolak panggilan militer itu dan kabur ke Prancis. Tapi dia kembali tertangkap lalu dikirim ke kamp di Schoonhoven, tempat para penolak 'wajib militer' ditampung.

Lalu di kamp inilah, Princen bertemu dengan komunis bernama Piet van Staveren. Sebagai komunis, Piet van Staveren menolak tegas kembalinya Belanda yang ingin menguasai Indonesia.

BACA JUGA:Sejarah dan Alasan Penyerbuan Batavia, Semangat Pantang Menyerah

Sikap Piet van Staveren itu sejalan dengan prinsip Pricen yang memang ingin memperjuangkan kebebasan. Lantas, komunikasi antara Piet van Staveren tersebut berpengaruh besar pada sikap dan aktivitas Princen.

Kemudian, datanglah momen saat Princen dan tahanan penolak wajib militer lainnya dikirim ke Indonesia, pada Desember 1946. 

Sesampainya di Indonesia, Princen dijatuhi vonis 12 tahun penjara karena menolak wajib militer Kerajaan Belanda, pada 22 Oktober 1947. Namun vonis itu berubah menjadi 4 bulan penjara tanpa syarat. 

Princen pun ditahan di Cipinang lalu berpindah di Cisarua. Di kamp tahanan itulah Princen mendengar kabar Piet van Staveren berhasil kabur dari tahanan Belanda dan bisa gabung dengan tentara Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: