RADARMUKOMUKO.COM - Sesuai dengan putusan yang dibacakan pada 26 Juni 2025, MK bahwa pemilu untuk memilih Presiden, DPR, dan DPD tidak lagi boleh digabung dengan pemilihan kepala daerah dan DPRD.
Artinya pemilu yang akan dilakukan berikutnya terdiri dari dua gelombang, yaitu gelombang pertama pemilihan DPD, DPR dan Presiden dan gelombang kedua pemilihan anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Dalam putusan MK ini, ada jeda waktu 2 hingga 2,5 tahun antara pemilu nasional dan lokal.
BACA JUGA:Dinas Perikanan Mukomuko Fasilitasi Penerbitan Akta Notaris Kelompok Nelayan
BACA JUGA:Ikuti Kebutuhan Pasar, UMKM Kuliner Binaan BRI Sukses Ekspansi Pasar Internasional
Dilansir dari disway.id Wakil Ketua MK Saldi Isra, mengatakan putusan ini dibuat karena dalam praktiknya pemilu serentak justru mengaburkan perhatian publik terhadap isu-isu daerah.
"Masalah pembangunan di provinsi dan kabupaten/kota kerap tenggelam di tengah riuhnya isu nasional,” tulis MK dalam pertimbangan hukum.
Parpol parlemen pun langsung bereaksi atas putusan MK tersebut. PDIP, PKB hingga NasDem angkat bicara.
Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani menyebut DPR masih mencermati keputusan MK tersebut dan belum mengambil langkah konkret seperti pembentukan pansus atau revisi undang-undang.
"Undang-undang pemilu juga belum kita bahas. Ini perlu jadi perhatian semua partai politik,” kata Puan, 1 Juli 2025.
Wakil Ketua Umum PKB Cucun Ahmad Syamsurijal mengecam keras putusan tersebut karena dinilai menyimpang dari Pasal 22E UUD 1945 yang mengatur bahwa pemilu harus digelar setiap lima tahun sekali.
“Masa penjaga konstitusi malah melanggar konstitusi? Ini bisa jadi preseden buruk,” ujar Cucun.
BACA JUGA:Pemkab Mukomuko Pertimbangkan Penyediaan Jasa Outsourcing
BACA JUGA:Diwajibkan di Semua Daerah, Ternyata Ini Tujuan Koperasi Merah Putih
Bahkan Partai NasDem menyebut keputusan MK ini bisa memicu krisis ketatanegaraan.