RMONLINE.ID - Dalam upaya menjadi individu yang baik dan peduli, seringkali seseorang tanpa disadari telah melampaui batas ketulusan, hingga merugikan diri sendiri. Fenomena "terlalu baik" bukanlah sekadar mitos, melainkan kondisi psikologis yang dapat menimbulkan konsekuensi serius terhadap kesehatan mental dan kualitas hidup.
Kesulitan mengatakan "tidak" merupakan gejala paling nyata dari seseorang yang terlalu baik. Individu semacam ini cenderung merasa bersalah setiap kali harus menolak permintaan orang lain, bahkan ketika permintaan tersebut diluar kemampuan atau akan merugikan dirinya. Mereka lebih memilih menyetujui segala sesuatu demi menjaga perasaan orang lain, meski pada akhirnya mereka sendiri yang akan terbebani.
Kebiasaan meminta maaf secara berlebihan menjadi penanda lain dari kondisi ini. Mereka meminta maaf tidak hanya untuk kesalahan nyata, tetapi juga untuk hal-hal di luar kendali mereka. Setiap situasi yang tidak berjalan sempurna dianggap sebagai kesalahan personal, menciptakan beban psikologis yang tidak perlu.
Mengesampingkan kebutuhan diri sendiri demi kepentingan orang lain adalah bentuk pengorbanan paling berbahaya. Individu yang terlalu baik seringkali mengabaikan kesehatan, waktu istirahat, bahkan mimpi dan aspirasi pribadinya. Mereka merasa bersalah jika memikirkan diri sendiri, seolah kebahagiaan personal adalah tindakan egois.
BACA JUGA:3 MBTI yang Nyaman Punya Sedikit Teman
BACA JUGA:5 Bunga Tropis yang Bisa Ditanam dalam dan Luar Ruangan
Rasa tanggung jawab yang berlebihan terhadap segalanya menandakan pola pikir yang tidak sehat. Mereka merasa wajib menyelesaikan masalah orang lain, mengambil alih beban yang seharusnya bukan menjadi tanggungjawabnya. Akibatnya, mereka mengalami kelelahan emosional dan fisik yang kronis.
Akar permasalahan "terlalu baik" seringkali berasal dari masa kecil atau pengalaman traumatis. Lingkungan yang tidak mendukung, pengasuhan yang over-protective, atau pengalaman penolakan dapat membentuk mekanisme pertahanan berupa people-pleasing behavior. Individu kemudian mengembangkan keyakinan bahwa nilai dirinya bergantung pada seberapa banyak ia dapat membuat orang lain senang.
Dampak psikologis dari kondisi ini sangatlah serius. Stres berkepanjangan, depresi, kecemasan, hingga burnout adalah konsekuensi yang mungkin terjadi. Hubungan personal pun dapat terganggu karena ketidakseimbangan energi dan ekspektasi yang tidak realistis.
BACA JUGA:5 Tanda Tak Terduga Kamu Adalah Orang Paling Bahagia, Rahasia Menjalani Hidup Penuh Makna
Proses penyembuhan dimulai dari kesadaran diri. Belajar menetapkan batasan, memahami bahwa mengatakan "tidak" bukanlah tindakan egois, dan mulai memprioritaskan kesejahteraan personal adalah langkah awal. Terapi, praktik mindfulness, dan dukungan sosial dapat membantu individu membangun kepercayaan diri dan komunikasi yang sehat.
Kebaikan sejati bukanlah tentang pengorbanan total, melainkan kemampuan untuk peduli pada diri sendiri dan orang lain secara seimbang. Setiap individu berhak mendapatkan ruang untuk tumbuh, berkembang, dan menjalani hidup tanpa beban berlebih.*