RMONLINE.ID - Dalam perjalanan pengasuhan, orangtua kerap kali tidak menyadari bahwa bentakan yang dilontarkan dapat meninggalkan bekas permanen dalam jiwa anak.
Setiap teriakan, setiap kata kasar yang dilemparkan dengan emosi tak terkendali, secara perlahan namun pasti mengikis fondasi psikologis yang rapuh dari seorang anak.
Ketika seorang anak menerima bentakan sebagai respon atas kesalahannya, yang terjadi bukanlah proses pembelajaran, melainkan sebuah proses traumatis.
Anak mulai membentuk persepsi bahwa komunikasi adalah sesuatu yang menakutkan, bahwa ekspresi diri akan berujung pada kekerasan verbal.
BACA JUGA:3 Alasan Mengapa Tubuh Membutuhkan Asupan Protein Tinggi
BACA JUGA:Kenyal dan Nikmat! Begini Cara Bikin Jajanan Tradisional Uli Ketan
Perlahan, mereka mulai mengembangkan mekanisme pertahanan diri yang destruktif.
Menjadi Agresif
Salah satu dampak terburuk dari membentak adalah terbentuknya kepribadian agresif. Anak-anak pada dasarnya adalah peniru ulung.
Mereka tidak sekadar mendengarkan, tetapi juga menyerap pola komunikasi orangtua. Ketika mereka melihat orangtua menggunakan bentakan sebagai cara menyelesaikan masalah, mereka akan menganggap ini sebagai metode normal dalam berinteraksi.
Akibatnya, di kemudian hari, mereka akan cenderung menggunakan cara yang sama saat menghadapi konflik - baik dengan teman, saudara, atau bahkan anak mereka sendiri kelak.
Menghindari Orang Tua
Rasa aman adalah kebutuhan fundamental setiap anak. Namun, bentakan secara sistematis meruntuhkan fondasi kepercayaan ini.
Anak mulai melihat orangtua - sosok yang seharusnya menjadi tempat berlindung - sebagai sumber ancaman.
Mereka akan mundur secara emosional, menciptakan jarak yang dalam. Komunikasi menjadi satu arah, dan anak memilih untuk menyimpan segala permasalahan dalam dirinya.