Selain Menjajah, Jepang Berupaya Agar Warga Indonesia Sembah Matahari

Selasa 30-07-2024,07:00 WIB
Reporter : Amris
Editor : Amris

Upaya ini gagal, sebaliknya Camat Singaparna dan rombongannya, justru ditawan, hingga esokan harinya dilepas dan senjatanya dirampas.

Setelah itu empat opsir Jepang datang memaksa Zaenal Mustafa menghadap pemerintah Jepang di Tasikmalaya. Perintah tersebut ditolak tegas sehingga terjadilah keributan.

Tiga opsir Jepang tewas dan satu orang dibiarkan hidup lalu disuruh pulang dengan membawa ultimatum. Pemerintah Jepang dituntut untuk memerdekakan Pulau Jawa, terhitung mulai 25 Pebruari 1944.

Dalam insiden itu, tercatat pula salah seorang santri bernama Nur menjadi korban, karena terkena tembakan salah seorang opsir. Setelah kejadian tersebut, menjelang waktu salat Asar, pasukan Jepang datang dengan menggunakan beberapa buah truk.

Ternyata yang datang adalah pasukan pribumi yang diutus Jepang. Para santri terkejut setelah mengetahui pasukan yang dibawa Jepang, merupakan saudara sebangsa. 

Zaenal Mustafa meminta para santrinya untuk tidak melakukan perlawanan lebih dulu, setelah musuh mendekat, barulah para santri menjawab serangan.

Karena kalah jumlah, dan peralatan, pusukan santri kiai Zaenal Mustafa kalah, 86 orang gugur.

 KH Zainal Mustafa lahir di Bageur, Cimerah, Singaparna, Tasikmalaya, 1899 dan meninggal di Jakarta, 28 Oktober 1944 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Tasikmalaya.

Sejak tahun 1940, KH. Zaenal Mustofa terang-terangan mengadakan kegiatan yang membangkitkan semangat kebangsaan dan sikap perlawanan terhadap pendudukan penjajah. 

Ia selalu menyerang kebijakan politik kolonial Belanda yang kerap disampaikannya dalam ceramah dan khutbah-khutbahnya. Atas perbuatannya ini, ia selalu mendapat peringatan, dan bahkan, tak jarang diturunkan paksa dari mimbar oleh kiai yang pro Belanda.

Pada saat Perang Dunia II, tepatnya pada 17 November 1941, KH. Zaenal Mustofa bersama KH. Ruhiat (dari Pesantren Cipasung), Haji Syirod, dan Hambali Syafei ditangkap Belanda dengan tuduhan telah menghasut rakyat untuk memberontak terhadap pemerintah Hindia Belanda. 

Mereka ditahan di Penjara Tasikmalaya dan sehari kemudian dipindahkan ke penjara Sukamiskin Bandung, dan baru bebas 10 Januari 1942.*

Kategori :