Pesawat RI-001 dicharter oleh pemerintah Birma sebagai pesawat dalam oprasi militer. Memang pada saat itu di Birma sedang terjadi pemberontakan dan pemerintahannya sibuk menumpas pemberontakan tersebut.
Untuk itu militernya sangat membutuhkan pesawat angkut untuk dropping pasukan dan amunisi maupun bom ke daerah operasi.
Meskipun di Birma sudah ada beberapa perusahaan penerbangan dalam negeri maupun dari luar negeri (Union of Burma Airways, Philippine Airways dan Siamese Airways), tetapi mereka tidak mau menjalani penerbangan militer yang memang karena penuh resiko.
Kesempatan itulah yang diambil oleh Indonesian Airways dengan pesawat RI-001-nya. Dalam kontrak penyewaan pesawaat RI-001 telah terjalin kerjasama yang baik dan saling pengertian dengan Jenderal Ne Win (Kepala Staf Angkatan Darat Birma) sehingga Indonesian Airways mendapat pembayaran tunai dalam melaksanakan angkutan udara untuk operasi militer.
Pada awalnya, RI-001 melakukan penerbangan militer antara lain pengangkutan pasukan pemerintah Birma, pengangkutan senjata, amunisi, dan logistik bagi pasukan pemerintah yang terkepung, pengangkutan para pejabat pemerintah Birma, serta pengecekan dan testing lapangan terbang yang baru.
Berkaitan dengan misi tersebut pesawat sempat beberapa kali jadi sasaran tembak kaum pemberontak Burma yang menyebabkan terdapatnya beberapa lubang bekas peluru di bodi pesawat.
Setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda dan pemulihan kekuasaan Pemerintah RI, khusus di lingkungan TRI AO dilakukan perubahan organisasi dan personil di lingkungan AURIS.26 Perubahan itu juga menyangkut keberadaan Indonesian Airways” di Ranggon (Birma).
Atas keputusan Kepala Staf AURIS “Indonesian Airways dilikuidasi dan semua kegiatan di wilayah Burma dihentikan.
Semua personil yang berasal dari AURI harus kembali ke Tanah Air dan kembali bergabung menjadi anggota organik AURIS.
Sesuai dengan keputusan Kasau tersebut, pertengahan Juni 1950 sebagian personel Indonesian Airways kembali ketanah air, yakni Opsir Udara III Sutardjo Sigit, Opsir Udara III Sudarjono, Opsir Muda Udara III Sumarno, Kadet Udara Budiarto Iskak, dan Kadet Udara Sjamsuddin Noor, dengan pesawat Commersial Airlines dari Rangoon melalui Bangkok ke Jakarta. Sedangkan pesawat RI-001 Seulawah tiba di Pangkalan Udara Andir pada tanggal 3 Agustus 1950 jam 11.35 setelah melewati rute Rangoon-Bangkok-Medan-Andir.
Setelah tidak beroperasi sebagai pesawat komersial Indonesia Airways, pesawat RI-001 Seulawah ditempat di Pangkalan Udara Andir Bandung.
Di Andir pesawat tersebut digunakan untuk “joy flight”. Setelah tidak digunakan lagi pada awal tahun 1950, pesawat RI-001 diserahkan ke bagian teknik dan diparkir di ujung landasan sebelah barat PU Andir.
Seiring dengan perkembangan teknologi, khususnya di bidang kedirgantaraan, beberapa jenis pesawat terbang generasi tua pun dinyatakan berakhir masa operasinya. Salah satunya adalah jenis Dakota.
Namun, karena jasanya yang dinilai besar bagi cikal bakal berdirinya sebuah maskapai penerbangan komersial di tanah air, TNI AU memprakarsai berdirinya sebuah monumen perjuangan pesawat Dakota RI-001 Seulawah di Banda Aceh.
Pada tanggal 30 Juli 1984, Panglima ABRI Jenderal L.B. Moerdani pun meresmikan monumen yang terletak di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh. Pesawat aslinya tersimpan di Taman Mini Indonesia Indah
Monumen ini menjadi lambang bahwa sumbangan rakyat Aceh sangatlah besar bagi perjuangan Republik Indonesia di awal berdirinya.*