RADARMUKOMUKO.COM - Ketika bulan suci Ramadhan tiba, umat Islam di seluruh dunia memasuki fase introspeksi dan peningkatan spiritual melalui ibadah puasa.
Di tengah-tengah tantangan fisik yang dihadapi, terdapat sebuah pesan mendalam yang seringkali terlupakan, yaitu makna sejati dari bau mulut orang yang berpuasa yang disamakan dengan keharuman minyak kasturi.
Pernyataan ini bukanlah sekadar perumpamaan, melainkan sebuah penghargaan atas dedikasi dan kesabaran yang ditunjukkan oleh seorang muslim dalam menjalankan salah satu rukun Islam ini.
BACA JUGA:Waspada Zat Berbahaya, Menu Buka Puasa Yang Dijual Pedagang akan Diperiksa
Bau mulut yang timbul akibat berkurangnya asupan makan dan minuman selama berpuasa, dalam pandangan spiritual, adalah simbol dari keikhlasan dan ketekunan dalam beribadah. Ini adalah aroma yang tidak terlihat, namun terasa dalam kehadiran ilahi.
Dalam konteks ini, bau mulut menjadi sebuah tanda kehormatan, sebuah medali tak kasat mata yang menandakan bahwa seorang hamba telah menunaikan ibadah puasa dengan penuh kesungguhan.
Bau ini tidak diukur dengan standar keharuman dunia, melainkan dengan skala spiritual yang hanya bisa dinilai oleh Allah SWT.
Beranjak dari pemahaman spiritual tersebut, kita juga diajak untuk mempertimbangkan praktik kebersihan selama berpuasa.
Menyikat gigi, sebagai salah satu bentuk menjaga kebersihan diri, tidaklah dilarang dalam Islam, bahkan saat berpuasa.
Para ulama telah menyepakati bahwa sikat gigi, termasuk menggunakan pasta gigi, tidak membatalkan puasa selama tidak ada yang tertelan.
BACA JUGA:Bupati Mukomuko Klarifikasi Soal Kecelakaan di Bengkulu Utara
Hal ini menegaskan bahwa Islam adalah agama yang tidak hanya mengutamakan aspek spiritual, tetapi juga fisik dan kebersihan.
Hadits ini, diriwayatkan oleh Abu Hurairah, menyatakan bahwa, “Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak misk (kasturi).” Ini bukanlah tentang aroma fisik, melainkan simbol dari pengorbanan dan ketulusan beribadah yang mencapai puncak keharuman di hadapan Sang Pencipta.
Bau mulut yang tidak sedap ini, atau khuluf, adalah bukti nyata dari amalan yang tersembunyi antara hamba dan Tuhannya, yang akan dibalas dengan keharuman abadi di akhirat kelak. Ibnu Rajab berkata, “Segala sesuatu yang dianggap kurang di dunia menurut pandangan manusia namun jika itu didapati karena melakukan ketaatan pada Allah dan mencari ridha-Nya, maka hakekatnya kekurangan tersebut adalah kesempurnaan (di sisi Allah).”
BACA JUGA:Kegiatan Festival Pesona Budaya Danau Lebar Mukomuko Diusulkan Jadi Agenda Tahunan Daerah