Pertempuran yang dijalani Pangreran Diponegoro selalu dahsyat. Strategi gerilya yang diciptakannya membuat Belanda kehilangan ribuan pasukan.
Perang Jawa yang terjadi selama lima tahun menjadi sejarah besar bukan hanya lantaran biayanya dan korbannya yang berjumlah fantastis.
Ini adalah perang yang membuat Belanda hampir meruntuhkah kedaulatan Keraton Yogyakarta.Perang selama lima tahun (20 Juli 1825-28 Maret 1830) ini penuh dengan aspek sosial politik, termasuk kebencian Diponegoro terhadap korupsi dan keinginannya membentuk negara Islam.
Peter Carey, sejarawan Universitas Oxford, yang telah meneliti Diponegoro selama 30 tahun mengatakan banyak aspek dari sang pangeran , selain mistis dan misterius, ternyata lebih “aneh dibandingkan khayalan”.
Diponegoro bukan nama asli. Sang pangeran memperoleh namanya dari bahasa Sansekerta, yakni dipa yang berarti ‘cahaya’ dan nagara yang berarti ‘negara’. Secara keseluruhan namanya berarti 'cahaya negara' dan merupakan gelar kebangsawanan di Keraton Jawa Tengah bagian selatan.
Selanjutnya dikisahkan oleh Muhamad Roem bahwa Jenderal Soedirman memang seorang yang menyakini dan suka dengan dunia supranatural, sebab itu merupakan kegemaran dan kesukaan beliau, hal demikian selalu dipakai sa’at grilya atau sedang berdiplomasi formal dengan Belanda.
Beberapa hari sebelum terjadinya perundingan Renville di yogyakarta 17 Januari 1948 tiba-tiba Muhamad Roem di panggil Presiden Soekarno
Soekarno meminta ketua delegasi Indonesia dalam perundingan nanti jiwa saudara harus di perkuat, untuk itu presiden memerintahkan untuk menemui Jenderal Soedirman terlebih dahulu, awalnya M Roem menolak karena belum mengerti tetang urusan seperti itu.
BACA JUGA:Senjata Tradisional Rakyat Melawan Penjajah, Keris, Rencong, Tombak, Golok Hingga Bambu Runcing
Dan hebatnya lagi ternyata Panglima Soedirman sudah menunggu di rumah bersama seorang anak muda yang langsung dikenal dengan Muhamad Roem sebagai anak pintar,
Di rumahnya, Panglima Soedirman sudah menunggu, dan ditemani seorang anak muda yang ia kenalkan kepada Roem sebagai “orang pintar”anak muda yang tak punya pekerjaan tetap itu yang akan mendoakan untuk memperkuatkan jiwa Menteri Dalam Negeri kala Aitu.
Anak muda atau Dukun itu kemudian memberinya secarik kertas. Lalau Panglima Soedirman berpesan agar “Jimat ini tak boleh terpisah dari Saudara,” ucap Soedirman. dan “Kalau hilang, kekuatannya bisa berbalik. Jadi Jagalah sebaik-baiknya.”
Seterusnya jimat tersebut menemani Muhamad Roem untuk menhadapai delegasi Belanda yang keras kepala tidak mau pergi dari Indonesia.
Dalam pertemuan kedua delegasi itu, seorang diplomat Amerika Serikat yang jadi penengah dalam rundingan itu, Dia memuji M Roem dan delegasi dari Indonesia.
“Saya sudah kesal karena Belanda begitu legalistik, tapi kalian bisa melawannya dengan legalistik juga. You are wonderful,” katanya, seperti ditulis Roem dalam Jimat Diplomat.