RADARMUKOMUKO.COM – Ternyata bantal guling yang sekarang sudah menjadi kebutuhan sebagian besar masyarakat Indonesia saat tidur, dulunya dibuat untuk menjadi teman tidur tentara Belanda. Banyak orang Belanda yang menggunakan bantal guling untuk dipeluk atau menjadi pemuas nafsunya saat ditempat tidur sendirian.
Mengutip dari banyak catatan dan cerita sejarah, sebagian besar tentara Belanda yang datang ke Indonesia tidak membawa istri, apalagi mereka yang berpangkat rendah alias hidup masih kere.
Sebab membawa keluarga akan membutuhkan biaya hidup lebih besar, belum lagi resiko yang dihadapi saat dalam perjalanan maupun tinggal di Indonesia yang diketahui daerah jajahan yang selalu mendapat perlawanan dari rakyat.
Bagi tentara yang berpangkat tinggi atau perwira dengan gaji yang cukup memadai, mereka banyak yang memiliki wanita Indonesia untuk dijadikan istri. Juga sebagian menjadikan wanita indonesia sebagai gundik atau istilah "Nyai", yaitu wanita Indonesia dijadikan istri tanpa ikatan, hanya untuk teman tidur demi melepas hasrat.
BACA JUGA:Sejarah Bantal Guling
Bagi tentara Belanda yang tidak mau repot dan gaji minim, mereka lebih memilih mengunjungi rumah pelacuran untuk melepas hasrat kelakiannya. Maka kebanyakan pelanggan rumah bordil adalah orang-orang eropa atau tentara Belanda yang tidak punya istri.
Namun bagi sebagian tentara Belana, terutama berpangkat rendah, mereka tidak mampu menghidupkan gundik atau memiliki wanita simpanan dan juga tidak menyukai pelacur, menggunakan bantal guling menjadi solusi dari kesepian. Maka istilah "dutch wife" atau istri Belanda sering dikaitkan dengan bantal guling.
Maka merujuk dari mojok.co, guling bisa dikatakan baru diperkenalkan saat masa pemerintahan Hindia Belanda. Dilansir dari buku Jejak Langkah karya Pramoedya Ananta Toer, bahwa guling nggak ditemui di negara manapun sampai orang Belanda dan Eropa lainnya mulai datang ke Indonesia.
Bahkan saat Inggris menguasai Nusantara, nama guling pernah diganti dengan “Dutch Wife” untuk mengejek tentara Belanda lantaran bentuk guling yang panjang menyerupai manusia dan terletak di atas tempat tidur.
Bentuk guling saat ini yang biasa kita pakai merupakan bentuk akulturasi dari budaya Eropa, Indonesia, dan Tiongkok. Guling tersebut biasanya dipakai oleh kalangan atas. Lalu, keberadaan guling ini diperkenalkan dan menyebar di kawasan Asia Timur oleh bangsawan dan akhirnya ditiru oleh rakyat biasa.
Guling punya nama-nama yang berbeda di setiap negara. Di Tiongkok, guling disebut dengan zhufuren, di Jepang guling disebut chikufujin dan di Korea disebut jukbuin.
Juga melansir dari voi.id, Gubernur Jenderal Inggris, Thomas Stamford Raffles, yang saat itu berada di Hindia (sekarang Indonesia), memiliki peran penting dalam memperkenalkan kebiasaan tidur dengan bantal guling. Bantal guling ini diadaptasi oleh bangsa Belanda dan juga bangsa Inggris untuk membantu memenuhi kebutuhan tidur yang lebih nyaman.
Seiring waktu penggunaan bantal guling ini kemudian menyebar di Hindia dan menjadi bagian dari kebiasaan tidur masyarakat.
Presiden Pertama Indonesia, Soekarno sangat membanggakan keberadaan guling sebagai salah satu identitas bangsa.