Pada suatu ketika Ki Amat Tariman sangat rindu kepada Pangeran Prabu ia kemudian berjalan-jalan di hutan, tetapi ia tersesat dan kebingungan, karena bingungnya Ki Amat Tariman memukul bendhe Kyai Bicak 7 kali, suara Kyai Bicak menimbulkan keajaiban ketika itu yang datang bukan rombongan Pangeran Prabu tetapi harimau besar-besar.
Namun anehnya mereka tidak menyerang atau mengganggu tetapi justru menjaga keberadaan Ki Amat Tariman, dan sejak itu bendhe Kyai Bicak diberi nama Gong Kyai Pradah yang artinya harimau Tradisi Siraman Pusaka Gong Kyai Pradah merupakan salah satu bentuk budaya lokal di Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur.
BACA JUGA:Mengenal Tarian Pitu, 7 Peradian Adat Tradisional Suku Toraja, Keputusan Bersifat Mutlak
BACA JUGA:Suku-Suku Paling Unik di Indonesia, Mulai Dari Rumah Hingga Tradisi Turun-Temurun
Pelaksanaan upacara adat siraman pusaka tersebut merupakan bentuk pemeliharaan secara tradisional benda peninggalan nenek moyang yang berupa Gong bernama Kyai Pradah, sehingga dengan pemeliharaan ini pusaka Gong Kyai Pradah akan tetap lestari.
Tradisi Siraman Pusaka Gong Kyai Pradah dapat menambah rasa persatuan dan kegotongroyongan antar warga Lodoyo. Selain itu pelaksanaan tradisi tersebut juga dapat menambah pendapatan masyarakat setempat.
Kegiatan ini menjadi salah satu aset wisata budaya di Lodoyo khususnya dan di Kabupaten Blitar pada umumnya. Tradisi Siraman Pusaka Gong Kyai Pradah banyak mengandung nilai-nilai budaya luhur warisan nenek moyang, oleh karena itu sebaiknya tradisi tersebut tetap dilestarikan dan diinternalisasikan kepada generasi muda supaya mereka tidak lepas dari akar budayanya.
Masih banyak yang meyakini air bekas bilasan dan apapun yang melekat di pusaka Kiai Pradah bisa membawa berkah kebaikan. Mulai masalah kesehatan, perjodohan, kelancaran rezeki maupun sukses dalam pendidikan.*