Pada masa pendudukan Jepang, pabrik gula Jatiwangi juga ikut dikuasai oleh tentara Jepang. Namun, hal ini tidak menghentikan perjuangan rakyat Indonesia untuk membebaskan diri dari penjajahan.
Pada tahun 1945, setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, pabrik gula Jatiwangi menjadi sasaran serangan dari pasukan Belanda yang ingin merebut kembali wilayahnya.
BACA JUGA:Pejuang Wanita Raden Nyai Ageng Serang Pemimpin dan Penasehat Perang di Tanah Jawa
BACA JUGA:Sejarah Bantal Guling
Para pekerja pabrik gula Jatiwangi bersama-sama dengan pejuang-pejuang lainnya berani melawan pasukan Belanda dengan menggunakan senjata tradisional seperti bambu runcing, golok, dan parang. Mereka berhasil mengusir pasukan Belanda dari pabrik gula Jatiwangi dan menjadikannya sebagai basis pertahanan.
Sayangnya, setelah Indonesia merdeka, nasib pabrik gula Jatiwangi tidak begitu baik. Pada tahun 1960-an, pabrik gula ini mulai mengalami kemunduran akibat persaingan dengan pabrik-pabrik gula lainnya yang lebih modern dan efisien.
Pada tahun 1970-an, pabrik gula ini akhirnya ditutup dan ditinggalkan begitu saja.
Sebagian bangunan dan peralatan pabrik gula ini masih tersisa hingga sekarang, tetapi sudah rusak dan tidak terawat. Sebagian lahan pabrik gula ini juga sudah dijadikan kawasan komersial dengan dibangun ruko-ruko dan pertokoan.
Pabrik gula Jatiwangi adalah salah satu saksi bisu sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah.
Meskipun sudah tidak beroperasi lagi, pabrik gula ini tetap memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Pabrik gula ini juga menjadi salah satu identitas dan kebanggaan bagi masyarakat Jatiwangi dan Majalengka.
Oleh karena itu, pabrik gula ini layak untuk dilestarikan dan dikembangkan sebagai objek wisata sejarah dan edukasi. Dengan demikian, generasi muda Indonesia dapat belajar dan menghargai jasa-jasa para pejuang yang telah berkorban demi kemerdekaan Indonesia.*