RADARMUKOMUKO.COM - Pabrik gula Jatiwangi atau Suikerfabriek Djatiwangi adalah salah satu peninggalan kolonial Belanda yang berada di wilayah Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Pabrik gula ini didirikan pada tahun 1848 oleh R Twiss, seorang pengusaha asal Belanda yang mendapat konsesi tanah dari pemerintah kolonial.
Pabrik gula ini merupakan salah satu pabrik gula terbesar dan termodern di Hindia Belanda pada masanya.
Pabrik gula ini memiliki luas lahan sekitar 1.500 hektar dan mampu memproduksi gula sebanyak 10.000 ton per tahun.
Pabrik gula Jatiwangi tidak hanya menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah kolonial dan pemiliknya, tetapi juga menjadi tempat perjuangan dan perlawanan bagi rakyat Indonesia.
Pada masa penjajahan, para pekerja pabrik gula ini hidup dalam kondisi yang sangat buruk.
BACA JUGA:Kisah Pejuang Kebal Peluru Yang Menghadang Tank Belanda, Aman Dimod Menanti Gelar Pahlawan
BACA JUGA:Demang Lehman Sosok Pejuang Tangguh Dikubur Tanpa Kepala, Berakhir Karena Penghianatan
Mereka harus bekerja keras tanpa upah yang layak, menghadapi perlakuan diskriminatif dan kejam dari para mandor Belanda, serta menderita penyakit dan kelaparan. Banyak pekerja yang meninggal karena kelelahan atau disiksa oleh penjajah.
Namun, di tengah kesulitan dan penderitaan itu, semangat nasionalisme dan anti-kolonialisme terus berkobar di hati para pekerja pabrik gula Jatiwangi.
Mereka mulai menyusun organisasi rahasia dan gerakan bawah tanah untuk melawan penjajah. Salah satu tokoh yang berperan penting dalam pergerakan ini adalah Haji Hasan Mustapa, seorang ulama dan sastrawan yang juga bekerja sebagai pegawai administrasi di pabrik gula Jatiwangi.
Ia menggunakan kemampuan menulisnya untuk menyebarkan ide-ide kemerdekaan dan kebangsaan melalui puisi-puisi, cerita-cerita, dan lagu-lagu yang ditulisnya dengan menggunakan bahasa Sunda.
Salah satu karya Haji Hasan Mustapa yang terkenal adalah lagu "Jatiwangi", yang menggambarkan keindahan alam dan kekayaan hasil bumi di daerah Jatiwangi, sekaligus mengkritik ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh penjajah Belanda.
Lagu ini menjadi semacam lagu kebangsaan bagi para pekerja pabrik gula Jatiwangi dan masyarakat sekitarnya.
Lagu ini juga sering dinyanyikan sebagai bentuk protes dan solidaritas saat terjadi aksi mogok kerja atau demonstrasi.