RADARMUKOMUKO.COM - Salah satu perang sengit melawan penjajah bangsa adalah Perang Kedondong atau Perang rakyat Cirebon yang terjadi dua kali di sepanjang abad 19. Perang pertama meletus pada awal tahun 1802-1812. Sedangkan perang tahap kedua terjadi dari tahun 1816-1818.
Perang ini terjadi di Desa Kedondong, Kecamatan Susukan, Cirebon. Perang ini adalah perlawanan atas penjajah Belanda, karena mengakibatkan kesulitan ekonomi rakyat Cirebon.
Diusirnya dan dibuangnya Pangeran Raja Kanoman dari keratin ke Ambon dan jabatan sultan diberikan kepada saudara Pangeran Raja Kanoman yang lebih memihak Pemerintah Kolonial, juga penyebab kemarahan rakyat.
Dalam sejarahnya, 1 September 1806, pemerintah kolonial telah sepakat bahwa Raja Kanoman dan kedua saudaranya akan dikembalikan dari Ambon dan pada tanggal 25 Maret 1808 diangkat menjadi Sultan Cirebon.
BACA JUGA:Kisah Mbah Sri Mencari Makam Suaminya Yang Pamit Perang Melawan Belanda, Endingnya Sesedih Ini
BACA JUGA:Alasan Meletusnya 4 Perang Besar ini Tak Masuk Akal, Ribuan Nyawa Melayang Sia-Sia
Namun ternyata beberapa perjanjian yang telah disepakati bersama tersebut tidak berjalan dengan semestinya sehingga kekacauan pun kembali terjadi.
Pada perjanjian dikatakan bahwa Pemerintah Kolonial akan memperbaiki kondisi rakyat saat itu malah semakin membuat rakyat sulit. Hal ini dikarenakan Daendels menaikkan pajak hasil panen padi menjadi 1/5 dari pajak sebelumnya yang berjumlah 1/10 dari hasil panen.
Pada tanggal 2 Maret 1810 Sultan Cirebon dipecat karena perilaku dan tindakan yang dianggap selalu menentang pemerintah Kolonial. Hal inilah yang membuat perlawanan kembali aktif. Melihat kondisi tersebut, maka Bagus Rangin kembali maju untuk memimpin masyarakat dan berhasil mengumpulkan serta membina para pasukannya.
Melansir dari narasisejarah.id, Perang Cirebon merupakan perjuangan seluruh elemen masyarakat Cirebon termasuk didalamnya para ulama, santri, petani, buruh dan abdi keraton yang berkesinambungan untuk berjuang melawan penjajah.
Maka Pasukan Kedongdong ini terdiri dari Pasukan Pengawal Raja, Pasukan Santri, Pasukan Suratani dan Pasukan Masyarakat. Pasukan Pengawal Raja merupakan pasukan atau orang-orang yang berasal dari lingkungan Keraton Cirebon, Pasukan Santri berisi oleh para santri yang berasal dari pesantren-pesantren yang berada di wilayah Cirebon yang dibangun oleh para tokoh-tokoh Keraton dan mereka telah dibekali ilmu bela diri.
Pasukan Suratani ini terdiri dari para Petani yang peran utamanya sebagai penyedia bahan makan pada saat pelaksanaan perlawanan tersebut.
BACA JUGA:Kisah Perawat Cantik Emmy Saelan, Ikut Berperang Hingga Meledakkan Diri di Tengah Pasukan Musuh
Untuk Pasukan Masyarakat, mereka direkrut dan dilatih oleh kepala daerahnya masing-masing yang sebelumnya kepala daerah tersebut telah dilatih oleh para pemimpin perlawanan. Strategi ini pun disebut dengan strategi estafet.