Menteri Keuangan A.A Maramis membentuk “Panitia Penyelenggara pencetakan Uang Kertas Republik Indonesia” pada 7 November 1945 yang diketuai T.R.B. Sabaroedin dari Kantor Besar Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan anggota-anggotanya terdiri dari Kementerian Keuangan yaitu H.A. Pandelaki & R. Aboebakar Winagoen dan E. Kusnadi, Kementerian Penerangan yaitu M. Tabrani, BRI yaitu S. Sugiono, dan wakil-wakil dari Serikat Buruh Percetakan yaitu Oesman dan Aoes Soerjatna.
Pencetakan ORI dikerjakan setiap hari dari jam 7 pagi sampai jam 10 malam dari Januari 1946.
Namun, pada Mei 1946, situasi keamanan mengharuskan pencetakan ORI di Jakarta dihentikan dan terpaksa dipindahkan ke daerah-daerah seperti Yogyakarta, Surakarta, Malang, dan Ponorogo.
Hal ini yang menyebabkan, ketika ORI pertama kali beredar pada 30 Oktober 1946 yang bertandatangan di atas ORI adalah A.A Maramis meskipun sejak November 1945 ia tidak lagi menjabat sebagai Menteri Keuangan.
Pada waktu ORI beredar yang menjadi Menteri Keuangan adalah Sjafruddin Prawiranegara di bawah Kabinet Sjahrir III.
Penyebaran ORI kemudian dibantu beberapa tokoh daerah yang mengizinkan tiap daerah mengeluarkan uang sendiri. Pada saat itu, pemerintah pun menyetujui adanya ORI daerah (ORIDA) sehingga pada masa itu terdapat 21 jenis mata uang dan 27 jenis ORIDA di Indonesia.
Sebagai tanda sah, ORIDA terdapat bon, Surat Tanda Penerimaan Uang, Tanda Pembayaran Yang Sah dan ORIDA dalam bentuk Mandat.
Meski demikian, ORI dan ORIDA hanya berlaku hingga 1 Januari 1950 dan dilanjutkan dengan penerbitan uang Republik Indonesia Serikat.
Permintaan Belanda menjadikan NICA sebagai satu satunya mata uang sah di Indonesia saat konferensi meja bundar (KMB) pada 1949 ditolak tegas oleh Sri Sultan Hamengkubuwono.
Belanda kemudian meminta survei mengetahui respons masyarakat Indonesia terhadap kedua mata uang tersebut. Saat itu diketahui masyarakat memilih ORI sebagai alat pembayaran yang sah.
Berkaca dari itu, pemerintah kemudian menetapkan berlakunya mata uang Indonesia bersama, yaitu uang Republik Indonesia Serikat atau uang federal sejak 27 Maret 1950 dengan uang baru yang diterbitkan dan diedarkan oleh De Javasche Bank.
Sejarah uang rupiah kemudian bergulir ke masa Pemerintah RIS yang berlangsung singkat. Sejalan dengan masa Pemerintah RIS yang berlangsung singkat, masa edar uang kertas RIS juga tidak lama, yaitu hingga 17 Agustus 1950 ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk kembali
Pada periode 1951-1952, Pemerintah mengambil kebijakan Gunting Sjafruddin yang bertujuan untuk menyedot uang beredar yang terlalu banyak serta menghasilkan pinjaman sekitar Rp1,5 milyar dari penerbitan Obligasi Republik Indonesia 1950 karena Indonesia belum mampu mencari sumber pembiayaan dari pasar.