Api ini diduga telah berkobar selama beberapa hari sebelum keberangkatan kapal dari Southampton, dan terus memanas hingga mencapai suhu lebih dari 1.000 derajat Celsius.
Api ini diduga melemahkan struktur baja kapal, terutama di bagian depan yang menabrak gunung es.
Selain itu, api ini juga diduga membuat kapten Edward Smith memerintahkan kapal untuk berlayar lebih cepat dari yang seharusnya, dalam upaya untuk memadamkan api dengan aliran udara.
Namun, spekulasi ini tidak didukung oleh semua ahli.
Beberapa mengatakan bahwa api di ruang ketel adalah hal yang umum terjadi pada kapal-kapal uap pada masa itu, dan tidak berpengaruh signifikan terhadap kecepatan dan kekuatan kapal.
BACA JUGA:Jangan Salah, Ombak Laut Juga Punya Andil dalam Tenggelamnya Titanic
Selain itu, tidak ada bukti resmi atau kesaksian yang menyebutkan adanya api di ruang ketel Titanic.
Spekulasi bahan baku dan desain kapal berkualitas rendah.
Spekulasi lain yang sering dikemukakan adalah bahwa bahan baku dan desain kapal Titanic berkualitas rendah, sehingga mudah rusak saat menabrak gunung es.
Beberapa peneliti mengklaim bahwa baja yang digunakan untuk membuat lambung kapal mengandung kadar belerang yang tinggi, yang membuatnya rapuh dan mudah retak pada suhu rendah.
Selain itu, beberapa peneliti juga mengkritik desain kompartemen kedap air kapal, yang tidak mencapai tinggi geladak atas.
Hal ini membuat air mudah meluap dari satu kompartemen ke kompartemen lain saat kapal miring.
Desain sekoci kapal juga dikritik karena jumlahnya tidak cukup untuk menampung semua penumpang dan awak.
BACA JUGA:Mengapa Tragedi Titanic Masih Sering Dibahas dan Menarik Perhatian Khalayak Umum
Namun, spekulasi ini juga ditentang oleh beberapa ahli.
Mereka mengatakan bahwa baja yang digunakan untuk membuat Titanic sesuai dengan standar industri pada masa itu, dan tidak ada bukti bahwa baja tersebut rapuh atau mudah retak.