Batalyon "Anjing NICA", Pasukan KNIL Penghianat Lebih Belanda dari Penjajah

Senin 14-08-2023,09:28 WIB
Reporter : Tim Redaksi RM
Editor : Amris

Batalyon ini kemudian ditugaskan ke di Banjarmasin hingga saat pembubarannya, yaitu sesuai dengan keputusan Konferensi Meja Bundar di mana sebagian anggota batalyon bergabung dengan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), sebagian memilih demisioner, dan sebagian lagi bergabung dengan Tentara Kerajaan Belanda.

Dalam sejarahnya, Pasca proklamasi, Jakarta menjadi salah satu wilayah yang tak aman di Indonesia. Hampir setiap hari terjadi aksi adu nyawa antara para pejuang Indonesia dengan anggota KNIL yang dibantu pasukan Sekutu.

BACA JUGA:Perang Puputan Margarana, Pertempuran Sampai Titik Darah Terakhir Melawan Belanda

"Anjing NICA" yang notabenenya sebagian besar orang asli Indonesia ini terkenal kejam, hampir setiap hari terlibat adu nyawa dengan pasukan dan rakyat Indonesia.

Jika berhasil menangkap para pejuang Indonesia, para prajurit Batalyon X Anjing Belanda ini tak segan melakukan penyiksaan di luar nalar kemanusiaan. 

Seperti memaksa tawanan mereka untuk menelan lencana merah putih yang terbuat dari kaleng almunium. Bagi prajurit Batalyon X, pribumi yang baik adalah inlander yang sudah mati.

Kebrutalan Batalyon X menuai kebencian mendalam dari orang-orang Indonesia. Begitu bencinya hingga mereka menjuluki para bekas kaum internir Jepang tersebut sebagai 'andjing' NICA.

BACA JUGA:Ini Penyebab Perang Diponegoro, Penindasan dan Perusakan Moral Bangsa Oleh Belanda

Batalyon X Andjing NICA kemudian dimasukan ke Brigade V Divisi B. Kendati masih menggunakan nama 'Andjing NICA', namun nomor batalyon berubah, dari X menjadi V. 

Sebagai komandan batalyon ditunjuk seorang perwira KNIL eks penghuni kamp internir. Namanya Letnan Kolonel Adrianus van Zanten.

Pada Juli 1946, Batalyon Andjing NICA dikirim ke wilayah barat Jawa yang tengah memanas. Begitu tiba di Bandung, mereka langsung berinsiatif untuk menghancurkan mental para pejuang Republik dengan membantai tanpa ampun puluhan pejuang dari laskar Hizbullah yang sebagian besar hanya bersenjatakan pistol, golok, bambu runcing dan klewang.

Namun ketika merangsek ke Bandung timur, Batalyon Andjing NICA harus menemui sandungan. Mereka harus berhadapan dengan lawan yang sepadan, yakni Batalyon Pelopor.*

Kategori :