Selain itu, ada juga iringan musik yang mengiringi gerakan para pemain. Musik tersebut biasanya menggunakan alat-alat seperti gendang, gong, saron, dan rebana.
BACA JUGA:Penjajahan Jepang di Indonesia, Singkat Tapi Kejam dan Menyebab Kerugian Besar
Para pemain Ojong bukan orang sembarangan. Mereka adalah orang-orang yang telah "diisi" secara ritual sehingga memiliki kekuatan tahan sakit akibat pukulan.
Mereka juga harus memiliki keterampilan dan keberanian dalam mengayunkan rotan dan menghindari sabetan lawan.
Meskipun tubuh mereka terluka dan berdarah akibat cambukan, mereka tetap tersenyum dan tidak mengeluh.
Malah dari kalangan penonton kadang terdengar jeritan kesakitan yang membayangkan seolah-olah dirinya yang kena sabetan.
Pertunjukan Ojong biasanya berlangsung selama tiga hingga lima kali adu cambuk.
Setiap kali adu cambuk membutuhkan waktu sekitar lima menit.
Setelah selesai adu cambuk, para pemain akan mendapatkan uang dari penyelenggara sebagai bentuk penghargaan atas keberanian dan keterampilan mereka.
Jumlah uang tersebut tergantung dari penilaian Kemlandang. Jika cambukan dinyatakan bagus oleh Kemlandang, maka pemain dapat mendapatkan uang dua kali lipatnya.
BACA JUGA:Sejarah Perlawanan Panjang Rakyat Lebak Terhadap Penjajah Belanda
Tradisi Ojong merupakan salah satu warisan budaya yang patut dilestarikan dan dikembangkan oleh masyarakat Desa Bugeman.
Tradisi ini tidak hanya menunjukkan kekayaan seni dan budaya daerah, tetapi juga mengandung nilai-nilai luhur seperti kebersamaan, keberanian, kesetiaan, dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Artikel ini dilansir dari berbagai sumber : kebudayaan.kemdikbud.go.id dan Chanel YT Seni puncak arjuno