RADARMUKOMUKO.COM - Desa Bugeman, Kecamatan Kendit, Kabupaten Situbondo, memiliki sebuah tradisi unik yang telah diwariskan oleh para leluhur dan nenek moyangnya.
Tradisi itu bernama Ojong, atau juga dikenal dengan nama Ojhung atau Ujung.
Ojong adalah seni adu cambuk yang dimainkan oleh dua orang dengan menggunakan senjata rotan.
Kedua peserta Ojong bergantian memukul tubuh lawannya, sementara lawannya berusaha menangkis atau menghindar.
Ojong bukan sekadar permainan, melainkan sebuah ritual yang memiliki makna dan nilai budaya yang tinggi.
BACA JUGA:Asal Usul Suku Batak Dari Berbagai Versi, dari Afrika Hingga Titisan Dewa
Ada beberapa alasan mengapa masyarakat Desa Bugeman melakukan tradisi Ojong.
Pertama, Ojong dipercaya sebagai cara untuk mendatangkan hujan, karena manakala darah pemain menetes ke tanah, itu merupakan pertanda permohonan mereka diterima oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kedua, Ojong juga menjadi pertunjukan pembuka dari kesenian rakyat lainnya, seperti Singo Ulung Situbondo atau Bantengan di Mojokerto.
Ketiga, Ojong dianggap sebagai sarana latihan kanuragan bagi prajurit kerajaan Majapahit yang kemudian menjadi tradisi masyarakat.
Keempat, Ojong digelar sebagai ritual khusus yang sakral untuk menyatakan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa dan harapan agar terhindar dari malapetaka dan bencana.
Kelima, Ojong sudah menjadi pertunjukan hiburan yang ditampilkan di panggung atau arena terbuka.
BACA JUGA:Mengapa Tragedi Titanic Masih Sering Dibahas dan Menarik Perhatian Khalayak Umum
Dalam pertunjukan Ojong, ada beberapa peran yang terlibat. Selain dua pemain yang saling adu cambuk, ada juga wasit yang disebut Kemlandang yang bertugas mengatur jalannya pertandingan dan memberikan penilaian.
Kemlandang juga berperan sebagai pelawak yang menyampaikan guyonan-guyonan untuk menghibur penonton.