BACA JUGA:7 Perang di Daerah, Walau Senjata Tradisional, Belanda Babak Belur
Indonesia juga tidak mau kalah, Indonesia melakukan tindakan pembentukan Provinsi Irian Barat pada tanggal 17 Agustus 1956 dengan Zainal Abidin Syah sebagai gubernur pertamanya.
Dalam melancarkan aksi Trikora salah satu yang dikenal adalah kapal penjelajah KRI Irian 201. Kapal ini didapatkan Indonesia dari Rusia pada 5 Oktober 1961.
Menurut Achmad Taufiqoerahman dalam Kepemimpinan Maritim (2019:258), Kapal KRI Irian 201 dilengkapi berbagai fasilitas tempur, seperti rudal, torpedo, hingga bom jarak jauh.
Buku Laksmana Kent Menjaga Laut Indonesia (2014:38) yang disusun oleh Bernard Kent Sondakh dan kawan-kawan menjelaskan, ketika itu Indonesia setidaknya punya 12 fregat, 12 kapal selam, 22 kapal cepat bertorpedo dan berpeluru kendali, serta 4 kapal penyapu ranjau.
BACA JUGA:Sejarah Perang Aceh, Pasukan Jihad Membuat Belanda Kelabakan
Atas saran Amerika Serikat, Indonesia diminta mengedepankan jalan diplomasi untuk mengambil-alih Papua Barat dari Belanda. Amerika Serikat bersedia menjadi "penengah" dan menyediakan tempat “netral” untuk membicarakan masalah tersebut.
Indonesia dan Belanda, atas desakan AS, bertemu kembali di satu meja pada 15 Agustus 1962. Delegasi RI dipimpin Adam Malik, sedangkan Belanda mengutus Dr. Jan Herman van Roijen. Diplomat AS, Ellsworth Bunke, bertindak sebagai penengah.
Dikutip dari Constructing Papuan Nationalism (2005:30) karya Richard Chauvel, inti perundingan yang dikenal dengan nama Perjanjian New York ini adalah bahwa Belanda harus menyerahkan Papua Barat kepada Indonesia selambat-lambatnya tanggal 1 Mei 1963 Selama proses pengalihan, wilayah Papua Barat akan dipegang sementara oleh United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) yang dibentuk Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
BACA JUGA:Perang Jagaraga Bali, Belanda Berkali-Kali Kehabisan Pasukan
Selain itu, Belanda juga harus menarik pasukannya dari Irian Barat. Sementara pasukan Indonesia diperbolehkan bertahan namun di bawah koordinasi UNTEA.
Hingga akhirnya, tanggal 1 Oktober 1962., Belanda menyerahkan otoritas administrasi Papua kepada UNTEA. Berikutnya, tanggal 31 Desember 1962, bendera Belanda resmi diturunkan dan digantikan dengan bendera Merah Putih sebagai tanda dimulainya kekuasaan de jure Indonesia atas tanah Papua di bawah pengawasan PBB.*