Tokoh masyarakat Badui Dalam yakni Ayah Mursid mengatakan, selama Kawalu mereka dilarang mengadakan pesta pernikahan dan sunatan karena akan menimbulkan keramaian.
Kendati tertutup untuk orang luar, masyarakat Badui Dalam masih mengizinkan pejabat daerah atau pejabat negara untuk masuk, meski dibatasi hanya untuk lima orang.
Setiap kepala kampung atau puun wajib memimpin tradisi Kawalu di daerahnya dibantu oleh para Jaro Tujuh dan Baresan Palawari atau panitia pelaksana.
Selepas menjalani ritual Kawalu, mereka pun mengadakan Seba dan secara beramai-ramai akan turun gunung menuju pusat kota untuk bertemu Ibu Gede dan Bapak Gede, masing-masing Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya dan Penjabat Gubernur Banten Al Muktabar.
BACA JUGA:Tidak Disangka Suku Batak Pemilik Ilmu Gaib Paling Sakti, Dinobatkan Jadi Ketua Paranormal Dunia
Ketika turun gunung dan bertemu kedua pejabat itu, para tokoh masyarakat Badui Dalam akan membawa hasil bumi seperti beras, pisang, gula aren, dan sayuran.
Perjalanan dari Desa Kanekes menuju pusat kota di Rangkasbitung dan Serang sejauh total 160 km pulang pergi dilakukan dengan berjalan kaki. Sejak dulu kala, para leluhur Badui Dalam sudah melarang masyarakat mereka untuk menaiki kendaraan ke mana pun bepergian.*