Suku Bodi merupakan salah satu suku di Minangkabau yang merupakan sekutu dari suku Caniago yang kemudian membentuk Adat Perpatih atau dikenal dengan nama Lareh Bodi Caniago.
Secara etimologi, Bodi berasal dari kata Bodhi yang dalam bahasa sanskerta berarti yang telah mendapat petunjuk. Bodi dapat dirujuk kepada pohon Bodhi yaitu sebuah pohon yang sangat penting bagi pertapa buddhisme.
BACA JUGA:Kesaktian Suku Dayak, Dilindungi Panglima Burung Hingga Mandau Terbang
Dikarenakan dahulu masyarakat suku ini adalah penganut Buddha yang taat, serta suku ini sudah menempati wilayah kawasan Minang jauh sebelum agama Islam datang.
Seperti dalam tradisi Minang lainnya, penghulu suku selalu diberi gelaran datuk, beberapa gelaran datuk pada suku Bodi antara lain Datuk Sinaro Nan Pandak, Datuk Marajo Nan Rambayan di nagari Aie Tabik.
3. Suku Piliang
Suku Piliang adalah salah satu suku yang berkerabat dengan suku Koto dan membentuk adat Ketumanggungan atau dikenal juga dengan Lareh Koto Piliang.
Menurut Budayawan AA Navis, kata Piliang terbentuk dari dua kata yaitu ‘Pele’ artinya banyak dan ‘Hyang’ yang artinya Dewa atau Tuhan.
Ini menunjukkan di masa lampau suku Piliang adalah suku pemuja banyak dewa, yang barangkali mirip dengan kepercayaan Hindu.
BACA JUGA:Kesaktian Suku Baduy, Mampu Jinakkan Hewan Liar Hingga Ahli Pengobatan
Dilansir dari wikipedia, ada juga versi yang mengatakan suku Piliang yang merupakan saudara dari suku Koto, yang cendrung disebut dengan Koto Piliang berasal dari Kato Pilihan. Koto berasal dari kato (Ucapan) dan Piliang berasal dari Pilihan, (Unggulan). jadi Koto Piliang adalah berasal dari Kato Pilihan. karena nota bene dalam Tambo Minangkabau Koto Piliang adalah pemegang tampuk kekuasaan (pemerintahan) karena DT. Katemanggungan berdarah bangsawan (rajo). Jadi dirunut dari situ adakalanya kato pilihan asal kata Koto Piliang ada benarnya, karena kata raja (penguasa) adalah kata-kata pilihan yang akan keluar dari mulutnya.
4. Suku Caniago
Suku Caniago adalah suku asli Minang yang dibuat oleh Datuk Parpatih nan Sabatang yang memiliki falsafah hidup demokratis yaitu menjunjung tinggi falsafah “bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek mufakat.
Nan bulek samo digolongkan, nan picak samo dilayangkan” yang artinya “bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat”.
Karena itulah masyarakat Caniago mengambil semua keputusan dengan musyawarah untuk mufakat.
BACA JUGA:Penyebab Orang Minang Merantau, Harta Pusaka untuk Anak Perempuan