Sosok Sulianti Saroso Dokternya Masyarakat, Ini Profil Lengkapnya

Rabu 07-06-2023,03:00 WIB
Reporter : Tim Redaksi RM
Editor : Amris

Kampanye dokter Sulianti itu menimbulkan geger. Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Yogyakarta lalu menggelar seminar dengan melibatkan para dokter serta pimpinan organisasi keagamaan. 

Hasilnya, gagasan Julie Sulianti ditolak mentah-mentah. Dokter Sulianti mendapat teguran dari Kementerian Kesehatan. Tak lama kemudian ia dipindah ke Jakarta, promosi menjadi Direktur Kesehatan Ibu dan Anak di kantor Kementerian Kesehatan.

Dokter Sulianti masih terus memperjuangkan ide program KB. Hanya saja melalui jalur swasta. Bersama sejumlah aktivis perempuan, ia mendirikan Yayasan Kesejahteraan Keluarga (YKK) yang menginisiasi klinik-klinik swasta yang melayani KB di berbagai kota. Para pejabat kementerian tutup mata. 

Untuk membangun model sistem pelayanan ibu dan anak, ia juga mendirikan pos layanan di Lemah Abang, Bekasi. Tujuannya, pelayanan medik bagi ibu dan anak bukan tujuan akhir. Goal-nya kehidupan ibu dan anak yang sehat dan bahagia.

BACA JUGA:6 Suku Asli Bengkulu, Diantaranya Berasal dari Minang, Pelembang dan Lampung

Memasuki tahun 1960-an, Sulianti dihadapkan pada masalah. Suaminya, Saroso, yang sebelumnya  pejabat tinggi di Kementerian Perekonomian tersisih secara politik. Sebagai tokoh PSI (Partai Sosialis Indonesia), Saroso terciprat awan panas peristiwa PRRI. 

Tak mau lama terpuruk dalam situasi rumit, Sulianti mengambil beasiswa di Tulane Medical School, New Orleans, Louisiana. Dalam lima tahun, ia meraih gelar MPH dan PhD. Desertasinya tentang epidemiologi bakteri E Coli.

Selesai dengan PhD-nya, Sulianti sempat setahun menjadi asisten profesor di Tulane, dan punya opsi memperpanjangnya. Lamarannya untuk menjadi profesional di Kantor Pusat WHO di Genewa, Swiss, diterima. Namun, saat ia berada di Jakarta mempersiapkan kepindahannya, Menteri Kesehatan Profesor GA Siwabessy menahannya. 

Tak lama kemudian, dokter Sulianti diangkat menjadi Dirjen P4M dan Direktur LRKN-- kini menjadi Balitbang Kementerian Kesehatan. Ia pun diizinkan aktif di WHO. Sewaktu menjabat Dirjen P4M, Profesor Sulianti mendeklarasikan Indonesia bebas cacar.

Posisi Dirjen P4M dijalaninya sampai 1975, saat ia mundur dan memilih fokus di Balitbang Kesehatan hingga pensiun 1978. WHO masih memanfaatkan kepakarannya dan menjadikannya pengawas pada  Pusat Penelitian Diare di Dakka, Bangladesh 1979. Di dalam negeri, Ia juga masih diperlukan sebagai staf ahli menteri.

Pada era 1970 hingga 1980-an, gagasan-gagasannya tentang pengendalian penyakit menular, KB, dan kesehatan ibu serta anak secara bertahap diadopsi menjadi kebijakan pemerintah.

BACA JUGA:Harta Karun Saranjana, Kota Tersembunyi di Pulau Seribu Sungai Kalimantan

Di penghujung karirnya, Profesor Sulianti lebih banyak menekuni bidang yang sesuai dengan kompetensi akademiknya, yakni penyakit menular. Toh, sang ibu tetap saja tak tertarik menangani pasien orang per orang. Ia tidak membuka praktek pribadi.

‘’Ibu itu lebih sebagai dokternya masyarakat,’’ kenang putri, Dita Saroso, mantan profesional perbankan yang kini menikmati masa pensiunnya di Bali dilansir dari indonesia.go.id. 

Filosofinya sebagai dokter bukan sebatas mengobati pasien, melainkan membuat masyarakat (terutama kalangan menengah ke bawah) hidup sehat, sejahtera, dan bahagia.*

Kategori :