Apa Hukumnya Tidak Menyaksikan Penyembelihan Hewan Qurban Bagi Yang Ikut Berqurban Berikut Pandangan Ulama

Apa Hukumnya Tidak Menyaksikan Penyembelihan Hewan Qurban Bagi Yang Ikut Berqurban Berikut Pandangan Ulama

Apa Hukumnya Tidak Menyaksikan Penyembelihan Hewan Qurban Bagi Yang Ikut Berqurban Berikut Pandangan Ulama-Ilustrasi-Berbagai Sumber

RMONLINE.ID - Idul adha tidak hanya sekedar momen berkumpul bersama keluarga, tetapi juga waktunya bagi umat Islam untuk melaksanakan ibadah kurban. Berkurban merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berbagi kepada sesama. Namun, ada beberapa pertanyaan yang sering muncul terkait praktik ini, salah satunya adalah tentang keharusan menyaksikan penyembelihan hewan kurban.

Menurut pandangan mayoritas ulama, ibadah kurban adalah sunah muakkad, yang artinya sangat dianjurkan bagi setiap muslim yang mampu secara finansial. Ibadah ini dilakukan sebagai bentuk ketaatan dan rasa syukur atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Penyembelihan hewan kurban dilakukan pada tanggal 10 Zulhijah atau hari Tasyrik, yang melambangkan pengorbanan Nabi Ibrahim AS.

BACA JUGA:Manfaatnya Rambut Gondrong atau Panjang Bagi Pria, Bukan Sekedar Tren Fashion

BACA JUGA:Pemkab Mukomuko Bangun Perpustakaan Representatif Sebagai Fasilitas Layanan Baca Masyarakat

Dalam praktiknya, tidak semua orang yang berkurban dapat menyaksikan langsung proses penyembelihannya. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai alasan, seperti keterbatasan waktu, jarak, atau kondisi kesehatan. Lantas, apakah kurban mereka tetap sah?

Menyaksikan penyembelihan hewan kurban memang dianjurkan, namun bukanlah sebuah kewajiban. Hal ini didasarkan pada hadis yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW menganjurkan Fatimah untuk menyaksikan penyembelihan hewan kurbannya. Namun, hadis tersebut tidak menjadikan proses penyaksian sebagai syarat sahnya kurban.

Jika seseorang tidak dapat menyaksikan penyembelihan karena alasan tertentu, maka penyembelihan hewan kurban tetap sah jika dilakukan oleh orang yang amanah dan memiliki kemampuan terkait penyembelihan hewan kurban. Ini juga berlaku jika seseorang memutuskan untuk berkurban melalui lembaga sosial atau panitia kurban di masjid.

Yang terpenting adalah hewan kurban dipotong pada waktu yang telah ditentukan dan distribusinya dilakukan secara amanah kepada yang berhak menerimanya. Dengan demikian, meskipun tidak menyaksikan langsung, ibadah kurban seseorang tetap memiliki nilai dan keberkahan di sisi Allah SWT.

Dalam konteks yang lebih luas, ibadah kurban mengajarkan kita tentang pentingnya kepercayaan dan delegasi. Ketika kita mempercayakan penyembelihan hewan kurban kepada orang lain, kita belajar untuk melepaskan kontrol dan mempercayai bahwa tugas tersebut akan dilaksanakan dengan baik. Ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya niat dan keikhlasan dalam beribadah.

BACA JUGA:6 Suku Masyarakat Asli Pulau Jawa Bagian Barat, Baduy Hingga Betawi

BACA JUGA:Anggota Dewan Mukomuko Akan Terima Uang Pensiun atau Purna Bakti, Jumlahnya Segini

Kita juga diajak untuk merenungkan esensi dari kurban itu sendiri, yaitu pengorbanan. Seperti Nabi Ibrahim AS yang rela mengorbankan putranya atas perintah Allah SWT, kita pun diajak untuk mengorbankan sebagian harta kita untuk berbagi dengan sesama. Ini adalah manifestasi dari rasa syukur kita kepada Allah SWT dan komitmen kita untuk membantu mereka yang membutuhkan.

Secara keseluruhan, ibadah kurban adalah lebih dari sekedar ritual penyembelihan; itu adalah ekspresi dari iman, kepatuhan, dan kebaikan hati. Oleh karena itu, meskipun kita tidak dapat menyaksikan langsung proses penyembelihannya, niat baik dan kepercayaan kita bahwa proses tersebut dilakukan sesuai syariat sudah cukup untuk menjadikan kurban kita sah dan bermakna.*

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: